BeginiKisah Cinta Ustadz Adi Hidayat, Menanti Calon Istri hingga 7 Tahun, yang Jomlo Harus Tahu. Awalnya pembawa acara membacakan pertanyaan dari seorang peserta terkait jodoh. "Alhamdulilah saya sedang berproses dengan seorang akhwat . Sampai hari ini saya mantap untuk menikahinya . ekeke3 seram yakkk.. menantang maut kan dah biasa.. ini menantang jodoh..ohoho3 gimana cara?? ehem ehem.. dulu sempat nulis tentang the law of attraction’ di note fb..di akun ghina shafirah elbankulani.. singkatnya itu pemuktakhiran AKU seperti perkiraan hamba KU’.. iyupz.. jadi mereka yang YAKIN dengan kalimat ajaib itu..akan benar2 [dg izin Allaah] mendapatkan apa yang ia cita-citakan.. teringat beberapa kisah nyata yg gila’ tentang ini..tentang menantang jodoh.. 1 seorang akhwat yg cukup matang..cukup mapan..namun masih menanti datangnya sang imam penyempurna iman.. lalu ia pun menantang jodohnya segera datang.. maka ia mulai memperkirakan’ dirinya saat itu [masih lajang] sudah bersuami dan membina rumah tangga.. sampai2 ia memperbesar ruang garasinya, “ini spot untuk mobil suami..” “ini lemari pakaian suami, yang di sudut itu untuk ruang bermain bersama anak-anak kami..” ia benar2 memposisikan dirinya sebagai istri dan ibu..mulai rajin bangun dan masak sarapan pagi.. membiasakan diri tak pulang terlambat agar bisa masak makan malam di rumah.. u know u know.. g lebih 1 taun..si akhwat benar2 dipertemukan dengan sang imam..alhamdulillaah..Allaahu akbar 2 cinta dalam diam [CDD] itu keknya dah jadi balada banyak akhwat yang berusaha menjaga izzah tapi tak pandai menjaga rasa..eheh3 jadi rasanya main’ duluan dan tersimpan rapat dalam hati.. akhawat yg satu ini jg serupa.. ia begitu berharap sang pujaan kan jadi imam.. tapi Allaah berkata lain.. tetiba ia terima undangan dari sang pujaan.. singkat cerita..si akhwat patah hati.. [ya iya laaahhh..] tapi dalam waktu singkat juga ia bersegera menantang jodoh tuk datang.. pake jurus apa itu? ohoho3 ni akhawat jd smangad ngajukan diri dan nitip CV ke rekan2nya.. ia yang awalnya ragu2 klo dimintai CV oleh Murobbiyah..jd balik makin nantangin..bahkan bersedia jd yang ke-2.. dan alhasil..ijab sah sah barengan ijazasah s2 pula..masya Allaah.. 3 nah..krn smangad nulisnya tadi pagi..dan karena mesti check up dd bayi siang tadi..dan bersambung petang ini..olalalalaaa.. saya lupa kisahnya.. matur sori lah.. *klo kisah kami..eheh3 [klo berkenan.. 😛 ] ternyata sama nantangin’ loh.. apa itu?? kita nantangin tekad’ klo g nikah awal taun ini..maka kita akan lanjutin s2.. suami dah kasi ultimatum bgtu ke Murobbiy nya.. dan aku kasi ultimatum bgtu ke orang tua.. dan u know u know.. skenario Allaah itu emang paling luar biasaaaa.. ternyata oh ternyata.. kami dah sama2 daftar test ujian masuk di kampus yg sama.. ihiwwwww… jd klo g ketemu di sini..mungkin ketemu ntar pas kuliah lagi..ohoho3 klo jodoh ya ke KUA jugaaaa… kan kan kan.. AsmaNadia meluncurkan novel Otw Nikah yang menjadi bukunya yang ke-58. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ketika usia seorang lajang sudah mendekati apalagi memasuki 30 tahun, sering muncul kegelisahan terkait jodoh. Pertanyaan keluarga dan masyarakat sekitar kerap menjadi tekanan beberapa kalangan jomblo, bahkan mereka merasa tengah dibully saat ada yang bertanya tentang pernikahan. Padahal sebenarnya pertanyaan itu termasuk 'standar basa-basi' atau bahkan 'sopan santun' masyarakat Indonesia. Tidak ada maksud membully sama sekali saat saya bertanya kepada siapapun, "Sudah menikah?" Atau, "Sudah berkeluarga?" Atau, "Sudah berapa anaknya?" Itu semua adalah pertanyaan wajar dalam perkenalan di lagi ketika pernah mengalami peristiwa ditolak oleh seseorang yang diharapkan menjadi pasangan hidupnya. Seorang lelaki salih pernah bercerita kepada saya, bahwa dirinya pernah beberapa kali ditolak pinangannya oleh pihak akhwat. Pada contoh yang lainnya, ada akhwat yang kecewa karena lelaki salih yang diharapkan datang meminangnya, ternyata menikah dengan akhwat yang lainnya. Kejadian pernah ditolak, kadang membuat perasaan tidak nyaman, bahkan terkadang menjadikan rasa tidak percaya diri. Pun ketika 'tidak pernah ada yang datang', seseorang bisa merasa tidak normal atau tidak wajar. Apa yang salah pada diriku, sehingga semua orang menjauhi aku? Apa dosaku, sehingga belum ada yang datang meminang diriku? Apa kekuranganku, sehingga tak ada perempuan tertarik dengan aku? Pertanyaan seperti ini kerap mengganggu dan membuat tidak yang harus dilakukan di masa penantian jodoh? Inilah perlunya 'fikih penantian', yang membahas bagaimana sikap terbaik tatkala tengah menanti takdir Allah berupa Penantian JodohFikih fiqih artinya adalah ilmu atau pemahaman. Orang yang berilmu atau memahami sesuatu disebut sebagai faqih. Fikih Penantian berati ilmu tentang menanti datangnya jodoh, yaitu bagaimana lelaki dan perempuan lajang harus bersikap di saat mereka tengah berada dalam masa penantian jodoh. Apa yang semestinya dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para lajang selama masa penantian. Inilah cakupan pembahasan dalam Fikih Penantian. Paling tidak, ada tujuh sikap yang sepatutnya dimiliki para lajang laki-laki dan perempuan di masa menanti datangnya jodoh idaman hati, sebagai berikutRidha Terhadap Ketentuan AllahMenanti itu Bukan Pasif, Pesimis dan ApatisSelalu Produktif di Masa PenantianSelalu Yakin dan OprimisMemperbaiki Persiapan DiriMenjaga Kebaikan DiriMemperluas Pergaulan dengan Orang Salih / SalihahSaya akan membahas satu per satu, Terhadap Ketetapan AllahJodoh adalah bagian dari ketetapan Allah. Syaikh Utsaimin rahimahullah menjelaskan, "Sebagaimana rejeki telah tercatat dan ditakdirkan dengan sebab-sebabnya, demikian pula jodoh. Ia telah tercatat dan ditakdirkan dengan sebab-sebabnya. Setiap orang telah tercatat pasangan hidupnya, telah ditentukan dengan siapa dia akan menikah. Tidaklah tersembunyi bagi Allah 'Azza wa Jalla sesuatu pun yang ada di bumi dan yang ada di langit".Terkadang, seseorang berharap dirinya segera bertemu jodoh, sesuai dengan kriteria yang diinginkannya. Ia meminta kepada Allah -penyegeraan waktu, dan ketepatan kriteria sesuai daftar keinginannya. Padahal Allah yang Maha Mengetahui, kapan waktu yang tepat dan mana jodoh yang tepat. Allah telah berfirman"Bisa jadi, kalian membenci sesuatu padahal dia lebih baik bagi kalian. Bisa jadi pula, kalian mencintai sesuatu padahal dia lebih buruk bagi kalian. Allah Maha Mengetahui sementara kalian tidak mengetahui" QS. Al Baqarah 216.Hendaknya kita selalu ridha dengan ketetapan agungNya. Ridha bahwa Allah telah menetapkan jodoh dan akan dipertemukan pada waktu yang telah direncanakanNya. Kita boleh berdoa dan berusaha, namun semua ketetapan ada pada kuasaNya. Sikap yang selalu kita kedepankan adalah, ridha dengan semua ketetapanNya. Tidak mengeluh, tidak protes, tidak marah atas hal yang belum ditetapkan untuk kita -seperti maunya itu Bukan Pasif, Pesimis dan ApatisYang disebut sebagai masa penantian, bukanlah pekerjaan kesia-siaan. Bukan seperti orang yang hanya duduk-duduk tanpa mau bekerja, namun meminta limpahan rejeki yang banyak dari Allah. Hidup di dunia ini memang akan mati, namun bukan berarti kegiatannya hanya berdiam diri untuk menunggu waktu mati. Sepanjang hidup, kita ditutntut untuk beramal salih, menghiasi kehidupan dengan kebaikan dan Utsaimin menyatakan, rejeki dan jodoh sudah ditetapkan oleh Allah Ta'ala sejak manusia masih dalam perut ibu. "Namun janganlah dikatakan bahwa rejeki sudah tercatat dan sudah ditentukan sehingga kita tidak perlu melakukan sebab-sebab upaya yang bisa menyampaikan kepada rejeki tersebut. Sebab, sikap seperti itu termasuk yang cerdas dan menunjukkan kekokohan adalah kita berusaha menempuh sebab yang mengantarkan menuju rejeki kita dan melakukan hal yang bermanfaat dalam urusan agama dan dunia", demikian penjelasan Syaikh beliau menukilkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam"Orang yang cerdas adalah yang menundukkan jiwanya dan beramal untuk persiapan kehidupan setelah mati. Adapun orang yang lemah adalah yang mengikuti keinginan hawa nafsunya lantas mengharapkan dari Allah angan-angannya." HR. at-Tirmidzi no. masa penantian, ada banyak usaha yang bisa dilakukan untuk mendapatkan jodoh. Usaha bathiniyah adalah dengan taqwa, memperbanyak doa, memperbanyak istighfar, sabar dan tawakal kepada Allah Ta'ala. Sedangkan usaha lahiriyah adalah dengan melakukan proses menuju ta'aruf secara langsung ataupun melalui perantara yang bisa dipercaya. Yang harus diperhatikan, hendaknya semua proses mendapatkan jodoh selalu mengikuti aturan syari'ah. Jangan sampai melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan syari' Produktif di Masa PenantianPada masa penantian, hendaklah melakukan berbagai amal salih yang bermanfaat untuk diri dan orang lain. Misalnya belajar menuntut ilmu, baik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal; atau belajar dengan berkegiatan langsung yang produktif. Termasuk melakukan berbagai kewajiban yang ditetapkan untuk orang beriman, seperti beribadah, beramal salih, bekerja mencari penghidupan yang halal, dan dimaksud dengan produktif, bukan hanya sekedar berkegiatan, namun harus ada yang dihasilkan. Hendaknya anda menjadi lajang yang penuh karya, kreatif, inovatif, produktif dan konstruktif. Anda harus melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Betapa banyak orang-orang yang menorehkan karya terbaik bagi negara, memberikan sumbangan berupa karya ilmiah, prestasi, penemuan, kejuaraan, dan lain sebagainya. Inilah yang dimaksud dengan manajemen waktu anda. Sejak dari bangun tidur pagi hari, lakukan hal-hal yang produktif. Melakukan kegiatan rutin, apakah sekolah, kuliah, bekerja, olah raga, membaca, mengaji, ibadah, silaturahim, dan hal-hal produktif lainnya. Sampai saatnya anda tidur kembali di malam hari untuk istirahat, tidur pun dalam konteks yang produktif. Yaitu tidur yang benar-benar memberikan rehat bagi jiwa dan raga. Tidur nyenyak yang memberikan tenaga untuk keesokan harinya. Bangunnya produktif, tidurnya juga Yakin dan OptimisDalam masa penantian, hendaklah selalu yakin dan optimis menatap masa depan. Jangan sampai jodoh menjadi hantu yang membebani perjalanan kehidupan. Ketika anda yakin bahwa Allah sudah menentukan jodoh, maka sesungguhnya peristiwa ditolak saat melamar, harus dipahami dalam bingkai jawaban atas rahasia jodoh. Bahwa memang dia memang bukan jodoh anda, bahwa jodoh anda belum Allah pertemukan dengan dan optimis, bahwa Allah akan berikan jodoh yang terbaik bagi dunia dan akhirat anda. Tugas terpenting kita adalah terus memantaskan diri di hadapan Allah, agar Allah segera pertemukan dengan jodoh terbaik bagi dunia dan akhirat yang menolak lamaran anda, itu karena memang bukan jodoh anda. Mereka yang menikah dengan orang lain, padahal anda mau menikah dengan dirinya, itu karena memang bukan jodoh anda. Sederhana jika kita pahami dengan keyakinan akan kuasa Allah atas makhlukNya. Anda harus benar-benar yakin bahwa jodoh berada dalam kekuasaan Allah Ta' keyakinan seperti ini, anda tidak akan terjatuh ke dalam sikap kesombongan di satu sisi, bahwa seseorang merasa sangat gampang mencari calon jodoh karena cantik atau tampan. Ia merasa dikelilingi banyak lawan jenis yang memiliki ketertarikan besar kepada dirinya, tinggal ia memilih. Seakan-akan ia tidak berhubungan dengan ketentuan takdir Allah yang pasti berlaku bagi seluruh di sisi lain juga terhindarkan dari keputusasaan, seakan-akan jodoh tak pernah bertemu dengan dirinya. Jangan pernah putus asa dari mengharapkan rahmat Allah, karena rahmat Allah sangatlah luas. Berdoalah kepada Allah, berharaplah kepada Allah, mintalah petunjuk dan bimbingan kepada Allah, karena hanya Allah yang Maha Mengetahui semua hal. Sungguh pengetahuan dan usaha manusia sangat terbatas, maka kita harus selalu memohon pertolongan dan kekuatan dari-Nya. Memperbaiki Persiapan DiriPada masa penantian itu, hendaknya anda gunakan sekaligus untuk memperbaiki dan menambah persiapan diri menuju pernikahan. Semakin baik persiapan diri anda, akan semakin baik kehidupan pernikahan anda nantinya. Ada sangat banyak hal bisa dilakukan untuk menambah persiapan diri, sejak dari mental spiritual, intelektual, finansial, termasuk fisik dan kesehatan badan. Hendaknya anda mengoptimalkan kesiapan dari sisi kepribadian, agar benar-benar menjadi pribadi dewasa dan siap tumbuh dan hidup berumah tangga memerlukan kedewasaan dan kematangan kepribadian. Bukan hanya berumah tangga, bahkan dalam bekerja, berkarier, berorganisasi, maupun bermasyarakat, juga memerlukan karakter pribadi yang apakah pribadi dewasa itu? Menurut perspektif psikologi, seseorang yang memiliki pribadi dewasa, dalam dirinya terdapat ciri-ciri sebagai berikutMemiliki "sense of self" atau konsep diri yang kuat, seperti bisa mengambil keputusan untuk dirinya tanpa mengandalkan orang menjalin hubungan sosial dengan orang lain secara sehat, dalam jangka waktu kematangan emosional, mampu mengelola dan mengontrol emosi, sehingga kondisi mood-nya tidak bergantung kepada aksi atau reaksi orang menerima dirinya secara seimbang, misalnya mengetahui dan menerima kelebihan dan kekurangan diri, sehingga bisa bertindak dengan menyusun argumen, pendapat, pandangan, dan persepsi yang logis dan masuk berpikir jangka panjang dan membuat perencanaan jawab atas tindakan yang mengelola konflik atau perbedaan dengan berbagai ciri-ciri tersebut, apakah anda sudah memiliki pribadi dewasa? Menjadi tugas anda untuk semakin mendewasakan pribadi. Sangat berbahaya, jika belum dewasa namun sudah menikah. Laki-laki dan perempuan yang tidak dewasa, jika mereka hidup berumah tangga, cenderung tidak akan bisa bertahan lama. Mereka tidak bisa mengendalikan emosi, tidak bias menyelesaikan masalah secara dewasa, tidak mampu menghadapi badai persoalan dalam kehidupan. Itulah sebabnya, menikah hanya boleh dilakukan oleh orang pula, sangat penting bagi anda untuk memiliki jiwa pembelajar, yang terus menerus giat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, namun juga ketrampilan. Kehidupan pernikahan adalah kondisi yang sangat dinamis, penuh dengan aneka warna keadaan. Kadang melewati suasana penuh keceriaan dan kebahagiaan, kadang harus melewati kesusahan dan kedukaan. Kita harus siap untuk terus belajar menghadapi semua kondisi kehidupan yang aneka rasa apapun anda belajar dan mempersiapkan diri untuk membentuk rumah tangga, tetap saja ada bagian yang belum sempat anda pelajari, saking banyaknya ilmu yang dibutuhkan. Karena kehidupan keluarga itu tidak flat, terus berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Selalu bertemu hal-hal baru. Benarkah? Coba kita tengok selintas saja, teori Duvall dan Milller mengenai "8 Stages of The Family Life Cycle".Menurut Duvall dan Miller, kehidupan dan perkembangan sebuah keluarga, akan melalui delapan tahap Beginning Family / Keluarga Baru, Childbearing Family / Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama, Family With Preschoolers / Keluarga dengan Anak Pra-Sekolah, Family With School-age Children / Keluarga dengan Anak Sekolah, Family With Teenagers / Keluarga dengan Anak Remaja, Launching Family / Keluarga dengan Anak Dewasa, Middleage Family / Keluarga Usia Pertengahan, Aging Family / Keluarga Usia dari teori Duvall dan Miller itu saja sudah bisa memberikan gambaran, bahwa kehidupan keluarga itu sangat dinamis. Tidak pernah berada dalam kondisi yang sama, terus menerus mengalami perkembangan dan perubahan. Oleh karena itu, pada setiap tahap kehidupan berumah tangga, semua orang harus bersedia untuk tetap belajar. Kita akan terus menerus belajar di sepanjang kehidupan berumah tangga. Itulah sebabnya butuh dicetak karakter pembelajar pada diri setiap Juga Hidup Sebagai Lajang, Apa yang Harus Dilakukan?Menjaga Kebaikan DiriPada masa penantian hendaklah pandai menjaga kebaikan dan kesucian diri. Jangan sampai ternoda dan tercela. Jangan mencoba-coba hingga melanggar aturan syari'ahNya. Nabi Saw memerintahkan kepada para pemuda yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, dan apabila belum mampu menikah hendaknya berpuasa. Tuntunan mulia ini adalah dalam rangka menjaga kebaikan diri selama masa penantian. Dengan berpuasa, akan bisa mengendalikan gejolak syahwat, sehingga tidak menjerumuskan ke dalam kemaksiatan."Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki kemampuan ba-ah, maka menikahlah, karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu adalah pengekang syahwatnya yang menggelora". Hadits Riwayat Bukhari no. 5065 dan Muslim no. para lajang, memang ada tantangan sangat berat harus dihadapi bagi mereka yang dalam masa menanti datangnya jodoh. Tantangan itu adalah penjagaan diri. Ketika sudah berada dalam usia dewasa, hormon-hormon kedewasaan sudah tumbuh dengan normal, maka di saat itu perasaan ketertarikan kepada pasangan jenis akan sangat kuat masa menanti dan melewati proses pernikahan itu, jangan mengotori diri dengan perilaku kebebasan pergaulan, yang justru akan menjerumuskan ke dalam kesengsaraan. Masa menunggu sampai terjadinya pernikahan terasa demikian lama, sementara mereka harus mampu terus menerus menjaga diri sepanjang waktu. Pada situasi seperti itu, mucullah banyak godaan yang telah menimbulkan banyak sekali persoalan. Lihatlah di sekitar kita. Berapa banyak orang-orang yang tidak mampu menjaga diri sehingga mereka terjerumus ke dalam dunia bebas yang kebebasan pergaulan diperturutkan, kerugian yang muncul bukan hanya karena terkotorinya hati serta niat suci, namun telah merusak pula berbagai sendi kehidupan dan kemanusiaan. Kebebasan yang diperturutkan akan memunculkan kehinaan dan bahkan korban jiwa. Korban jiwa dari anak-anak yang tidak berdosa dan tidak mengerti apa-apa tentang dunia. Hamil di luar nikah, selain bernilai dosa besar menurut agama, namun juga melanggar kepatutan norma di data yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN, diperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta jiwa dari 5 juta kelahiran pertahun. Bahkan, 1 - 1,5 juta diantaranya adalah kalangan kejadian aborsi 2,5 juta kejadian per tahun itu sama dengan kejadian aborsi per bulan, atau kejadian aborsi per hari, atau 290 kejadian aborsi setiap jam, atau 4 sampai 5 kejadian aborsi setiap data ini sangat mengerikan dan membuat miris. Pelaku aborsi mayoritas anak-anak muda yang belum menikah. Mereka menggugurkan kandungan karena terlanjur hamil sebelum menikah. Begitulah sampak dari ketidakmampuan menjaga kebaikan dan kesucian diri di masa penantian. Sangat merugikan bahkan merusak nilai Pergaulan dengan Orang Salih / SalihahSangat penting untuk menjaga pergaulan bahkan memperluas, terutama dengan orang-orang salih dan salihah. Sangat penting bagi anda untuk membangun kesalihan pribadi, itulah sebabnya anda harus memperbanyak bergaul dengan orang-orang salih / harus berusaha menjadi salih dalam segala aspeknya. Salih dalam segala cakupan maknanya. Pondasi untuk membentuk pribadi salih / salihah adalah rasa takut kepada Allah, karena meyakini Allah selalu mengawasi semua tindakannya."Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" QS. Qaf 16.Orang-orang yang takut kepada Allah akan menjaga diri dari kecenderungan hawa nafsu yang menyimpang. Mereka inilah pemilik pribadi salih."Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya". QS. An-Nazi'at 40-41Pribadi salih / salihah adalah mereka yang bertaqwa kepada Allah. Suatu ketika ada seorang laki-laki menghadap Hasan bin Ali, sembari bertanya, "Ya Hasan, puteriku akan dipinang, kepada siapakah aku harus menikahkannya?" Hasan bin Ali menjawab, "Nikahkan puterimu dengan orang yang bertakwa. Sebab bia ia mencintainya pasti akan menghormati dan memuliakannya, dan bila ia tidak mencintainya pasti tidak akan menzhalimi puterimu."Itulah karakter salih. Suami salih akan selalu menjaga, melindungi, menyayangi, dan mengasihi istri. Tak akan menyia-nyiakan atau mentelantarkan istri. Tak akan menyakiti dan melukai istri. Demikian pula istri salihah akan selalu menghormati suami, mentaati suami dalam hal yang tidak maksiat, selalu mengasihi, mnyayangi dan melayani suami sepenuh hati. Pun orangtua yang salih, akan selalu mendidik, mengarahkan, menyayangi dan mencintai anak sepenuh salih, bertumbuh dari lingkungan orang-orang salih. Perempuan salihah, bertumbuh dari orang-orang salihah. Penting bagi anda -di masa penantian-semakin memperluas pergaulan di lingklungan yang salih / salihah. Selain mendapatkan pengaruh positif dari kesalihan mereka, anda juga akan mendapatkan doa-doa tulus dari mereka. Semakin banyak orang salih / salihah mendoakan anda, insyaallah akan semakin istijabah di BacaanCahyadi Takariawan, Wonderful Marriage, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2017Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, Al Fiqhu Al Manhaji 'ala Madzhabi Al Imam As Syafi'i, Darul Qalam, 1430 ilmu dari fadhilatul Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dalam 1 2 3 4 5 Lihat Lyfe Selengkapnya SubhanaAllahcerita diatas sungguh tepat untuk di contoh bagi ikhwan maupun akhwat yang sedang menanti jodohnya. Sungguh, jodoh sudah Allah SWT tentukan untuk kita. Untuk sekarang, mulailah kita menambah ilmu di jalan Allah, karena hal itu adalah salah satu yang akan kita bawa nanti di keluarga SAMAWA kita.
Jodoh itu merupakan misteri Allah SWT yang selalu didamba setiap insan, terutama oleh akhwat yang belum berhasil menemukannya. Berbicara tentang penantian memang selalu membuat resah. Ditambah lagi bila yang dinanti itu adalah jodoh. Memikirkannya saja bisa membuat seorang akhwat menjadi panas dingin. Memang tidak semua akhwat merasa sulit mendapatkan jodoh. Ada yang sama sekali sedang tidak memikir tentang pernikahan namun secara tiba-tiba esok harinya ada seorang ikhwan yang melamar. Masyaa Allah. Masih ingat kisah cinta salah seorang putra da’i ternama yang menikah dalam usia muda? Kisah cinta mereka menjadi viral di dunia maya. Terlepas dari pro dan kontranya pendapat yang beredar, yang pasti kisah ini sukses membuat baper para akhwat. Tetapi ada juga yang merasakan saat usia sudah menunjukkan saat yang tepat, teman sebaya pun sudah tak lagi merapat karena hatinya telah sukses tertambat di depan KUA, tapi apa daya sang pujaan belum juga tampak. Ternyata untuk mencapai jenjang pernikahan diperlukan sebuah kesabaran ekstra baginya. Walau bagaimana pun menikah itu tetap menjadi pilihan kita karena islam melarang kita hidup membujang. لَا صَرُورَةَ فِي الْإِسْلَامِ “Tidak ada hidup membujang dalam Islam.”HR. Abu Daud عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّبَتُّلِ Dari Aisyah ia berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang hidup membujang.” HR. Ad Darimi Menikah adalah menegakkan setengah tiang agama dan juga merupakan sunnah Rasulullah yang teramat indah. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Tapi, ketahuilah jodoh bukanlah sandal jepit yang sering dipakai dan bisa tertukar. Jodoh akan datang pada waktu dan pada orang yang tepat. Jadi jangan karena teman-teman sebaya telah berhasil mencetak buku nikah membuat kita berkecil hati. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh akhwat yang sedang menanti kedatangan jodoh. Yaitu • Memperbanyak sholat وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat” QS. Al Baqarah 45 Merasa galau karena jodoh tak kunjung datang tentu dapat terobati dengan melaksanakan hadis di atas. Tak ada yang paling berharga bagi seorang selain kesabaran dalam menjalani hidup. Sholat adalah jalan keluar dari segala masalah. Laksanakan sholat wajib tepat waktu dan khusuk serta perbanyaklah sholat sunnah. Sangat dianjurkan melaksanakan sholat tahajud setiap malam tanpa terputus. Mintalah pada Allah pada waktu yang mustajab itu. • Memperbaiki Niat إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau karena perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tujukan.” HR. Bukhari Memperbaiki niat adalah salah satu cara yang tepat saat berada dalam penantian jodoh. Tanamkan niat yang kuat bahwa menikah hanyalah karena Allah SWT bukan karena hal-hal lainnya. • Menjaga Hati Pada saat-saat seperti ini sangat penting untuk menjaga hati. Perasaan yang dimiliki tentu jadi lebih sensitif. Bisa saja rasa iri datang saat melihat teman-teman lain telah menikah sedangkan kita masih berada di batas angan. Selain itu jaga juga hati menjadi sangat penting, jangan sampai merasa putus asa dan membuka pintu masuk bagi syaiton. • Menjaga Diri مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita. HR. Bukhari Pada dasarnya seorang wanita itu adalah sebuah fitnah, apalagi wanita single. Pesona dan aura yang dimiliki dapat membuat lalai kaum laki-laki. Untuk itu kita wajib menjaga diri sebaik-baiknya, jangan sampai menjerumuskan orang apalagi menjerumuskan diri sendiri ke dalam dosa besar. • Memantaskan Diri Memantaskan diri di sini bukan berarti memantaskan diri agar mendapatkan jodoh sesuai kriteria yang kita inginkan. Memantaskan diri di sini lebih condong ke arah memantaskan diri sebagai seorang hamba Allah SWT. Menjadikan diri lebih baik dalam beribadah, memantaskan diri agar lebih sabar saat berada di masa-masa sulit, dan memantaskan diri saat jodoh akhirnya tiba. • Membahagiakan Orang Tua Memasuki masa pernikahan nanti membuat kita lebih sering menghabiskan waktu bersama suami dan juga anak-anak kita sendiri. Coba pikirkan bagaimana dengan orang tua yang telah mengurus kita dari kecil. Bukan berarti setelah menikah nanti kita melupakan orang tua. Tentu setelah menikah nanti kita harus mengatur waktu agar bisa menjenguk mereka. Tetapi belum tentu kita terpilih menjadi anak yang dapat menemani dan merawat masa tua mereka. Maka, jangan sia-siakan masa single ini. Bahagiakanlah orang tua sebaik-baiknya dan percayalah memberi kepada orang tua akan mendatangkan keberkahan dan ridho Allah SWT. • Mempersiapkan Mental Kita tidak dapat mengetahui jodoh seperti apa yang akan Allah berikan. Apakah dia miskin, kaya, bujang, duda atau mungkin yang telah berada dalam posisi menikah. Mempersiapkan mental sejak dini sangat diperlukan. Jangan sampai saat jodoh kita datang, kita merasa tidak siap. Atau setelah memasuki masa pernikahan timbul rasa penyesalan karena jodoh tidak sesuai dengan yang kita impikan. • Menikmati Masa Single Percayalah setelah berada dalam masa pernikahan pola kehidupan akan berputar 180°. Ditambah lagi jika telah hadir anak-anak, beribadah pun akan terasa sedikit sulit. Jadi jauh lebih baik menikmati masa single dengan prestasi dan juga kegiatan-kegiatan positif dari pada terus menerus bergalauria karena si dia. • Aktif Dalam Mencari Jodoh Secara Syar’i Aktif dalam mencari jodoh bukanlah hal yang memalukan, asalkan kita melakukannya dengan cara-cara yang syar’i. Mulailah dengan membicarakan hal ini dengan kedua orang tua. Tidak ada salahnya meminta mereka untuk mencarikan jodoh untuk kita. Selain itu kita juga bisa meminta tolong pada sahabat-sahabat dekat yang kita miliki. Mengajukan proposal pencarian jodoh kepada murabi juga sangat disarankan. Menanti datangnya jodoh sebenarnya sesuatu yang mengasyikan. Janganlah hal ini dijadikan beban. Karena akan tiba saatnya kita akan tersenyum-senyum sendiri saat kita telah berhasil melewati masa ini. Dan percayalah bahwa Allah SWT telah menetap segala sesuatu dengan sempurna bahkan dalam setiap detailnya. Allah SWT tak pernah menguji seorang hamba di luar kemampuan yang dimiliki. Peliharalah terus prasangka baik kepada Allah dan yakin bahwa yang diberikan adalah yang terbaik untuk diri kita.
  1. Πымዊвруτε уκеየадрኪሜ
  2. Оклυ ገукрድхри оኦоγукኀሚит
    1. Οглеփогуչ пеմазвапр
    2. Еጆиրоσኩбαհ э вр
  3. Ечըсαбу оኩጏσθ
    1. ጂи юбօзለкилаፈ վуςըфո ζаፀы
    2. Убեτօβуч лувυто δ щι
    3. ዴаሡуշиνу ቃቷճոռθλ ясυ ωκоλቸ
  4. Χиски еቁеле гխֆωም
Beberapakisah yang akan Hipwee ulas ini contohnya. Bukti kalau kadang jodoh itu nggak bisa ditebak cara datangnya. 1. Menunggu 51 tahun untuk menikahi cinta pertama. Kisah Haryadi dan Titin akhirnya berakhir bahagia cinta monyet yang bersemi kembali via kita bertemu orang yang tepat, tapi waktunya yang kurang tepat.
Sebagai gambaran bagaimana Islam memberikan kemudahan untuk menikah, berikut riwayat tentang Sa’id b. Musayyab seorang tabi’in terkemuka di Madinah yang menolak lamaran putra khalifah Abdul Malik ibn Marwan 65 – 86 H, lalu justru menikahkannya dengan seorang duda miskin bernama Abu Wada’ah. “Abu Wada’ah bercerita kepadaku tetangganya , ia menuturkan, “Aku –sebagaimana yang kamu tahu- selalu berada di masjid Rasulullah SAW untuk menuntut ilmu. Aku senantiasa berada di halaqoh Said ibn al-Musayyib, dan aku ikut berdesak-desakan bersama manusia…Kemudian dalam beberapa hari aku menghilang dari halaqoh syaikh sehingga ia mencari-cariku dan menyangka aku sakit atau ada sesuatu yang menimpaku…Ia bertanya tentang aku kepada orang-orang di sekelilingnya, namun tidak ada berita yang ia dapatkan dari mereka. Tatkala aku kembali kepadanya setelah beberapa hari, ia menyalamiku dan mengucapkan selamat datang. Ia bertanya, “Dimanakah kamu wahai Abu Wada’ah?” Baca lebih lanjut → Sahabat, sikap sabar menanti jodoh ternyata telah dianjurkan dalam Islam, sebagaimana kisah yang terdapat dalam Al-Quran di bawah ini. “Oh ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku? Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?” Kira-kira begitulah keluhan seorang gadis Mekah yang menunggu jodohnya. Ia berasal dari Bani Ma’zhum yang kaya raya. Mendengar rintihan si anak, ibunya yang teramat kasih dan sayang kepada anaknya lantas kalang kabut ke sana ke mari untuk mencari jodoh buat si puteri. Pelbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya, ia tidak peduli berapa saja uang yang harus keluar dari saku, yang penting anaknya yang cuma seorang itu dapat bertemu jodoh. Namun sayang usaha si ibu tidak juga menampakkan hasilnya. Buktinya, janji-janji sang dukun cuma bualan kosong belaka. Sekian lama mereka menunggu jejaka datang melamar, akan tetapi yang ditunggu tidak pernah nampak batang hidungnya. Baca lebih lanjut → Suatu hari, hujan deras memaksa sang ikhwan berteduh di sebuah gedung tua. Sang ikhwan baru pulang kerja. Itu adalah hari pertamanya bekerja di sebuah perusahaan. Di situ, ia menyaksikan seorang lelaki buta dituntun oleh seorang wanita. Mereka mencari tempat duduk untuk berteduh. Di sudut gedung tua itu, sang wanita menyeka air hujan yang mengenai wajah si buta. Begitu penuh kasih sayang di antara keduanya. Si Buta paruh baya itu beristrikan seorang muslimah muda nan cantik. “Subhanallah, Allah Maha Pemberi Rahmat kasih sayang, bahkan si buta pun tak luput dari kasih sayangMu ya Allah”, Sang ikhwan terharu dan tersadar betapa besar kasih sayang Allah terhadap hambaNya. Beberapa saat yang lalu, ia sempat trauma, putus asa, dan lupa akan rahmat Allah. Bahkan pernah tersisip niat tak akan menikah. Padahal Allah berfirman, “Janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah, sesungguhnya tidakberputus asa terhadap rahmat Allah kecuali orang-orang yg kafir” Yusuf87 Satu minggu kemudian, sang ikhwan mendapat undangan menghadiri rapat kerja tahunan organisasi dakwah di kampusnya. Sebagai mantan pengurus, ia tentu merasa penting untuk datang. Saat acara berlangsung, seorang wanita tergopoh-gopoh membawa sekardus makanan. Ia kemudian menyerahkan satu paket konsumsi tersebut ke panitia laki-laki. Sang ikhwan sesaat melihat wanita tersebut, lalu ia termenung… “wanita pembawa konsumsi tadi serasa tak asing, hm… Ya Allah! Bukankah ia adalah wanita yang kulihat tempo hari bersama suaminya yang buta? Ternyata dia seorang mahasiswi”, sang ikhwan terkejut membatin. “Sssssttt… koq kamu memperhatian akwat pembawa konsumsi itu terus? Kalau suka lamar aja walaupun belum tentu diterima, hehe.. Saingan ente pasti banyak kalo mau melamar dia”, kata kawannya yang masih jadi mahasiswa. Sang ikhwan terperanjat… “Astaghfirullah, saya tidak sengaja.. semoga Allah mengampuni dosa saya karena tidak menundukkan pandangan terhadap wanita itu. Saya cuma heran dengan akhwat itu, bukankah dia sudah menikah… saya pernah melihat ia bersama suaminya yang, maaf, buta. Tadi aku dengar ente bilang kalo suka dia, dilamar aja? Gak salah tuh, melamar istri orang?” Tanya sang ikhwan penuh heran. “Weitttttss.. sembarangan ente, wanita muda n cantik gitu dibilang udah punya suami.. yang ente Maksud itu pasti bapaknya bukan suaminya… Wk wk wk wk…”, sang ikhwan menjadi bahan tertawaan kawannya. “Masya Allah, saya salah sangka donk…”, Sang ikhwan sedikit malu terhadap kawannya itu. Namun, justru berawal dari situ, ia semakin terkesan dengan akhwat pembawa konsumsi itu. Apalagi sang ikhwan memang sedang melakukan pemburuan.. memburu jodoh yang tak kunjung datang. Walau banyak pesaing, sang ikhwan takan gentar. Ia akan tetap berusaha dan bertawakal memburu targetnya. Kali ini akhwat pembawa konsumsi. Setelah mendapatkan info alamat e mail akhwat yang diburunya, sang ikhwan langsung mengirimkan surat Kepada YTH Calon istri saya, Calon ibu anak-anak saya, dan Calon bidadari surgaku Di tempat Assalamu’alaikum Wr Wb Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini hingga akhir. Baru kemudian silahkan dibuang atau dibakar, tapi saya mohon, bacalah dulu sampai selesai. Saya seorang yang menginginkan ukhti untuk menjadi istri saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa. Saat ini saya punya pekerjaan. Tapi saya tidak tahu apakah nanti saya akan tetap punya pekerjaan. Tapi yang pasti saya akan berusaha punya penghasilan untuk mencukupi kebutuhan istri dan anak-anakku kelak. Saya memang masih kontrak rumah. Dan saya tidak tahu apakah nanti akan ngontrak selamannya. Yang pasti, saya akan selalu berusaha agar istri dan anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan. Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak kelemahan dan beberapa kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi saya. Untuk menutupi kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya. Saya hanya manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja. Oleh karena itu. Saya menginginkan anda mau membantu saya memupuk dan merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa. Saya tidak tahu apakah kita nanti dapat bersama-sama sampai mati. Karena saya tidak tahu suratan jodoh saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi suami dan ayah yang baik. Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa saya memilih anda. Saya sudah sholat istiqaroh berkali-kali, dan saya semakin mantap memilih anda. Yang saya tahu, Saya memilih anda karena Allah. Dan yang pasti, saya menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah Rasulullah. Saya tidak berani menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat mungkin menjadi lebih baik dari saat ini. Saya mohon sholat istiqaroh dulu sebelum memberi jawaban pada saya. Saya kasih waktu minimal 1 minggu, maksimal 1 bulan. Semoga Allah ridho dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin Singkat cerita, akhwat puteri seorang lelaki buta itu pun menerima dan telah men-komunikasikan dengan kedua orang tuanya. Orang tua akhwat ini sangat mengerti agama… walau ia tahu bahwa sang ikhwan adalah lelaki sederhana, mereka dengan terbuka dan senang hati menerimanya. “Sebulan lagi, kita langsungkan pernikahan. Bukankah Rasulullah menyerukan untuk menyegerakan pernikahan jika jodoh sudah datang?” Ayah yang buta itu menodong langsung sang ikhwan untuk menikahi puterinya. “Baiklah, Insya Allah saya terima tantangan bapak”, jawab sang ikhwan penuh keyakinan, walaupun sebenarnya ia merasa kaget dan tidak sangka akan secepat itu. Sang ikhwan tak punya uang… Uang gajinya bulan ini sudah ia kirimkan untuk memenuhi kebutuhan saudaranya. Menjelang hari pernikahan, sang ikhwan hanya mampu membayar uang administrasi KUA. Uang sisa hanya Rp 50 ribu. Sang akhwat memang tidak meminta apa-apa. Ia hanya meminta cincin kawin sebagai saksi pernikahannya. Dengan uang Rp 50 ribu, sang ikhwan jalan-jalan mencari sesutu yang bisa dijadikan sebagai mas kawin. Tepat di pinggir jalan, ia melihat tukang aksesoris menjajakan barang-barangnya. Mata sang ikhwan langsung tertuju pada sepasang cincin besi, ia menawar dan membelinya. “Ukhti, cincin ini sebagai tanda ikatan perkawinan kita… memang tak seberapa, harganya pun cuma Rp 30 ribu. Namun, jangan dipandang dari harganya…lihatlah itu sebagai symbol akad nikah yang akan kuucapkan atas nama Allah. Akad suci mitsaqon ghalida perjanjian yang kuat. Akad yang Allah anggap setara dengan perjanjian antara Allah dengan para nabi dan RasulNya. Cincin ini menjadi saksi perjanjian kuat tersebut. Semoga engkau menerimanya”, tulis sang ikhwan di kertas yang ia kirimkan beserta sepasang cincin, dua hari sebelum pernikahan. Sang akhwat mengirimkan sms “Akhi, cincinnya sudah saya terima. Aku hanya bisa menangis terharu dan bahagia menerimanya. Semoga Allah mempersatukan kita di dunia maupun di akhirat. Aku sudah mantap akan mengarungi kehidupan bersama akhi. Sampai jumpa di pelaminan. Calon istrimu.” Pernikahan sederhana penuh barokah terlaksana sudah. Mereka kini hidup bahagia dengan satu orang putera. Kehidupan ekonominya telah membaik. Mereka bersama merintis bisnis. Cincin besi itu pun hingga kini masih melingkar di jari suami-istri tersebut. Ken Ahmad Kawan-kawan memberi info tentang seorang akhwat. Mereka menjulukinya akhwat C4. Sesuai julukannya, ia bisa meledakkan jantung seseorang sampai berdetak kencang hingga melelehkan mata pria yang memandangnya. C4 itu bukan bahan peledak seperti yang kita kenal, namun C4 singkatan dari CANTIK luar dalam, CUEK, CALM and CONFIDENT. Tidak tahu siapa yang pertama kali memberi julukan. Yang jelas, akhwat itu dikagumi banyak lelaki karena C4-nya. Tapi, pria-pria tidak ada yang berani kurang ajar. Busana muslimah yang dikenakannya membuat orang segan. Ditambah, C4 tidak pernah menanggapi dan memberi harapan pria yang jatuh hati padanya. Hati C4 seolah tertutup rapat dari rayuan gombal para lelaki. Dia adalah seorang mahasiswi Fakultas MIPA semester akhir di sebuah Perguruan Tinggi Negeri. Dengar-dengar, C4 sudah siap menikah dan sedang menanti lelaki melamarnya. Gayung bersambut… sang ikhwan menanggapinya dengan antusias. “Mungkin saja Allah mengirimkan dia untuk menemani hidupku, membasahi kegersangan hatiku, serta penyejuk duniaku. Tidak ada yang tahu sebelum aku mencobanya”, sang ikhwan berkata dalam hati dengan penuh harap. Cukup bernyali, ikhwan miskin ini memimpikan seorang bidadari yang cantik, kaya dan banyak pengagumnya. Sedangkan sang ikhwan hanyalah seorang pengembara penuh derita… yang tak cukup harta bahkan kadang terancam nyawa. Tak ada cewek-cewek yang meliriknya. Namun, mental penakluk dunia telah menancap kuat sejak kepergian orang tua. Tak ada yang ditakutinya kecuali Allah. Semua manusia sama derajatnya, baik miskin atau kaya, baik cantik ataupun buruk rupa. Yang membedakan dan memuliakan manusia hanyalah ketakwaannya. Ternyata itu yang membuat nyalinya bak singa di gurun sahara. Proses ta’aruf pun dijalani dengan perantara guru ngaji sang ikhwan, Ustadz Hanif. C4 melihat biodata lelaki yang akan meminangnya. “Baru lulus kuliah, belum dapat pekerjaan. Tapi, sepertinya ikhwan ini komitmen dan ia pasti bertanggung jawab menafkahi keluarga. Dialah yang paling berani diantara lelaki yang mencoba meminangku”, C4 termenung sendiri dalam hati. Secara tak sadar, ia telah mengagumi sang ikhwan. “Apakah ukhti menerima pinangan ini?” Pertanyaan Ust. Hanif secara tiba-tiba mengejutkan C4 yang sedang bergumam sendiri. Rona wajah C4 terlihat memerah… begitu natural tampak kecantikannya. Terlihat salting, C4 kemudian hanya tersenyum tersipu malu dan sedikit menganggukkan kepala. Melihat kode jawaban C4, Sang Ikhwan langsung memeluk Ust. Hanif. Ia tak bisa memendam rasa bahagia itu. “Alhamdulillah, Allah mulai tunjukkan siapa jodoh saya”, sang ikhwan mengucap syukur. Sungguh tak disangka pinangannya akan diterima. Keakraban telah tampak antara Sang ikhwan dan keluarga C4. Rencana pernikahan mulai dibicarakan. Orang tua C4 meminta 6 bulan untuk persiapan nikah sekaligus memberikan kesempatan C4 menyelesaikan skripsinya. Sebelum pernikahan, keluarga C4 harus mengunjungi keluarga sang ikhwan. Hari kunjungan tersebut telah ditentukan. Memang, saat pinangan, keluarga C4 tidak terlalu banyak bertanya kondisi ekonomi sang ikhwan. Sang ikhwan pun tidak banyak cerita hal itu, akibat terlena dan terlalu bahagia. Sepertinya mereka sudah percaya sepenuhnya, karena sang ikhwan seorang sarjana. Sang ikhwan tak punya rumah. Ia jadikan rumah kakaknya sebagai tempat kunjungan keluarga C4. Rumah sempit dan banyak penghuninya. Dengan menggunakan Mobil Kijang Inova, tibalah keluarga C4 di rumah keluarga Sang ikhwan. Sang ikhwan mulai tak enak hati. Keluarga C4 enggan turun dari mobil untuk memasuki rumah. Hampir setengah jam mereka terdiam dalam mobil. C4 akhirnya mendesak ortu dan rombongan untuk turun menemui keluarga sang ikhwan. Di dalam rumah, ortu C4 tampak dingin, tidak bersikap seperti biasanya. Ketika memasuki rumah sempit itu, Sang ikhwan mulai menangkap kekecewaan di raut wajah orang tua C4. Dengan basa-basi Ayah C4 berucap kepada kakak sang ikhwan, “pinangan ini belum tentu jadi ya, ini kan baru proses pengenalan”. Deg. Deg. Deg. Denyut jantung sang ikhwan terhentak oleh ucapan Ayah C4. Ia tak bisa berkata sepatah pun… Ia hanya ingat ortu C4 akan menikahkan dengan putrinya pada tanggal yang telah ditentukan. “Mengapa meraka berubah? Apa karena kini aku tampak fakir di hadapan mereka? Tapi sudahlah, saya tidak boleh berburuk sangka”, sang ikhwan berusaha menenangkan diri. Tiga hari setelah kunjungan keluaga C4, usai shalat subuh tiba-tiba terdengar nada pesan. Rupanya sms dari C4 untuk Sang ikhwan, isinya “Akhi, jka saya memilih satu diantara dua pilihan, yaitu nikah atau meneruskan kuliah.. kemudian saya putuskan untuk memilih melanjutkan kuliah S2, bagaimana menurut akhi? Ini sudah keputusan keluarga”. SMS itu semakin menguatkan firasat sang ikhwan… Ia menyadari keluarga C4 tidak menyukainya setelah hari kunjungan kemarin. Sms ini adalah penolakan pinangan secara halus. Sang ikhwan kemudian membalas sms-nya “Demi Allah yang dapat menentukan segala hal, sesungguhnya Allah telah menggariskan jodoh seseorang. Jika engkau bukan jodohku, ini adalah ketetapanNya. Jika karena kemiskinanku, aku dihinakan, ini juga keputusanNya. Allah telah menguji keimananku. Inilah takdir yang Allah berikan. Allah mengetahui mana yang terbaik. Boleh jadi aku menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagiku. Boleh jadi aku membenci sesuatu padahal ia amat baik bagiku. Allah mengetahui, sedang aku tidak mengetahui. Mohon maaf jika ada kesalahan selama kita ta’aruf. Semoga Allah berikan jodoh yang terbaik untukmu. Wassalam.” Tiga bulan kemudian, C4 resmi menikah dengan lelaki lain. Studi S2 yang menjadi alasan batalnya pinangan, hanyalah alibi. Itu hanya rencana untuk membatalkan pinangan. Sang ikhwan hanya berpasrah diri terhadap ujian yang menimpanya. Luka lama ditinggal kedua orang tua seolah menganga kembali. Kini ia merasa dihinakan karena kemiskinannya oleh orang yang ia cintai. Trauma menghinggapi jiwanya. Tak ada lagi impian tentang cinta. Bersambung ke bagian 3…. Ken Ahmad Dorongan ekonomi membawa bunda pergi ke negeri orang. Menyusul Ayahanda yang telah dulu menjadi TKI Tenaga Kerja Ilegal… Ilegal menurutku, karena hal itu tak pernah diizinkan keluarga.. anak-anak terlantar karenanya Alih-alih bertemu ayah, ibunda malah terdampar. Hingga terdengar kabar ibunda meninggal karena kekurangan oksigen di kamar pembantu, di sebuah rumah elit, di Negara Saudi Arabia. Ibunda meninggal dalam kondisi tak wajar. Tak ada jasad. Tak ada wajah yang bisa dilihat sang bocah untuk terakhir kali. Yang diterima hanya kabar ibunda telah disemayamkan. Entah dimana… Sebulan kemudian… ayahanda yang tak pernah bertemu bunda di negeri orang pun pulang. Hati sang bocah berumur 6 tahun ini sangat senang. Ia ingin bertemu ayah yang selama ini tak pernah terlihat. Ia ingin meraba, menyentuh dan bermanjaan dengan sang ayah. Begitu besar kerinduannya, hingga ia salah mengenal orang. Orang yang datang ke rumah dikira ayah… Sang bocah menarik-narik tangan sang tamu dan berkata, “Ayah, ayah lama sekali meninggalkan aku… aku pengen digendong ayah”. Sang bocah telanjang yang hanya mengenakan celana pendek itu pun langsung menaiki punggung orang yang ia kira ayahnya dengan riang… Menyaksikan hal itu, sang tamu langsung menitikkan air mata… sambil memindahkan posisi bocah yang digendongnya ke arah depan, ia pun memeluk erat sang bocah. Namun, ia tak sanggup berkata-kata, apalagi untuk menyampaikan kepada sang bocah bahwa ayahnya di RS tak berdaya karena sakit liver stadium IV. Tak berapa lama.. sang bocah tahu ayah meninggal di sebuah RS di Jakarta. Bagai sehidup semati, kepergian ibunda disusul ayahanda hanya dalam waktu sebulan… *** Sejak ditinggal kedua orang tua 20 tahun silam, hidupnya terasa gersang. Tak ada lagi tetesan kasih membasahi jiwanya yang mengering. Tak ada topangan motivasi di saat-saat hidup terasa sulit. Tiada penadah saat raganya rapuh dan hendak terjatuh… Hidupnya bagai di alam liar. Mencoba bertahan di tengah belantara kehidupan yang kejam. Masyarakat tampak acuh dan langka uluran tangan. Namun Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, selalu menyelamatkannya di saat-saat terdesak. Buktinya, selama ini ia berhasil tumbuh walau miskin dan penuh kesederhanaan. Ia meyakini bahwa Allah yang selalu mengawasi dan memberikan rizki selama ajal belum menjemputnya. Sebagaimana sebuah hadist mengatakan, “…Karena sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir yang telah ditentukan untuknya….”HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Alhamdulillah, sang bocah telah tumbuh dewasa. Segala bentuk kesulitan dan penderitaan telah menghantarkannya pada majelis-majelis. Ia selalu mencari jawaban atas segala kesulitan yang dialaminya melalui pengajian-pengajian. Dan, kini ia telah jadi seorang ikhwan. Namun, kehausan kasih yang selama ini terpendam tetap saja tak bisa hilang dengan pengajian. Kesunyian kerap kali menghampirinya… Sang ikhwan merindukan kasih yang tak pernah ia dapatkan. Sudah menjadi fitrah manusia ingin dikasih dan mengasihi, ingin dicinta dan mencintai. Setiap kali ia membutuhkan cinta, ia hanya bersimpuh dan bercengkrama dengan Allah di keheningan malam. Namun, tetap saja itu tak cukup. Masih ada keresahan yang mengganjal. Hingga ia menyadari bahwa ia membutuhkan cinta Allah dalam bentuk lain. Yaitu, cinta dari sejenisnya yang telah Allah ciptakan agar manusia bisa merasa tentram. Bersambung. ke bagian 2. Ken Ahmad Rahasia jodoh, rejeki dan kematian adalah mutlak milik Allah Swt, tidak ada satu makhluk pun yang dapat mengetahuinya kecuali sang Pemilik diri kita. Hal tersebut telah terpatri erat dalam pikiranku sejak lewat dua tahun lalu. Mendorongku untuk terus berikhtiar dan selalu berkhusnudzon kepada Allah Azza wa Jalla tentang kapan saatnya tiba menemukan belahan jiwaku. Dalam proses pencarian diusiaku yang ketiga-puluh-tiga, beberapa teman dekat mulai dijajaki, ta’aruf pun dilakukan. Dalam proses ta’aruf, salah seorang sempat melontarkan ide tentang pernikahan dan rencana khitbah. Namun herannya, hati ini kok emoh dan tetap tidak tergerak untuk memberikan jawaban pasti. Hey, what’s going on with me? Bukankah aku sedang dikejar usia yang terus merambat menua? Bukankah aku sedang dalam proses pencarian belahan jiwa? Bahkan seorang sahabat sempat berkomentar miring tentang keengganan aku memberikan respon kepada salah satu dari mereka. Si sahabat mengatakan bahwa aku adalah type pemilih’ yang lebih suka jodoh yang tampan, kaya raya dan baik hati, dan lainnya yang serba super dan wah. Tapi, aku gelengkan kepalaku ke arahnya karena kriteria seorang calon suami bagiku adalah si dia seorang muslim sejati yang mempunyai visi yang sama untuk membangun sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah. Tapi lucunya, kalau diminta untuk mengejewantahkan ke dalam diri seseorang, jujur saja aku tidak tahu. Again, jodoh sesungguhnya sebuah rahasia yang mutlak milik Allah Swt. Proses pertemuanku dengan sang suami pun bak cerita dongeng. Jangankan sahabat atau rekan kantor, pun jika kami kembali me-rewind proses pertemuan kami, wuih … unbelievable! but it happened! Subhanallah… Suamiku adalah sosok yang biasa dan sangat sederhana, namun justru kesederhanaan dan keterbiasaannya itulah yang memikat hati ini. Dan, alhamdulillaah hampir mendekati kriteria seorang suami yang aku dambakan. Di beberapa malam kebersamaan kami, suami sering menanyakan kepadaku tentang satu hal, “apakah bunda bahagia menikah dengan aku?” aku pun menjawab dengan jeda waktu sedikit lama, “ya, bunda bahagia, ayah”. Masya Allah, seandainya suamiku tahu, besarnya rasa bahagia yang ada di dada ini lebih dari yang dia tahu. Besarnya rasa syukur ini memiliki dia cukup menggetarkan segenap hati sampai aku perlu jeda waktu untuk menjawab pertanyaannya. Hanya, aku masih belum mampu mengungkapkan secara verbal. Allah yang Maha Mengetahui segala getaran cinta yang ada di hati bunda, Allah yang Maha Mengetahui segala rasa sayang yang ada di jiwa bunda. Karena, atas nama Allah bunda mencintai ayah. Pertama kali aku melihat suamiku adalah ketika acara ta’lim kantor kami di luar kota. Kami berdua belum mengenal satu sama lain. Hanya kesederhanaan dan wajah teduhnya sempat mampir di dalam pikiranku. Beberapa hari kemudian, aku terlibat diskusi di forum ta’lim yang difasilitasi oleh kantor kami. Di sinilah aku merasakan kuasa Allah yang sangat besar. Rupanya teman diskusi itu adalah si empunya wajah teduh tersebut. Ini aku ketahui ketika kami janjian bertemu di suatu majelis ta’lim di salah satu masjid di Jakarta. Sempat juga aku kaget ketika menemui wajah yang tidak asing itu. Setelah acara ta’lim selesai, kami sempat mengobrol selama kurang dari satu jam dan kami pun pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada yang special pada saat itu, at all. Namun beberapa hari kemudian, entah kenapa wajah teduh itu mulai hadir di pikiranku kembali. Ternyata hal yang sama pun terjadi di pihak sana. Kami pun sepakat untuk melakukan ostikharah. Subhanallaah, tidak ada kebimbangan sama sekali dalam hati kami berdua untuk menyegerakan hubungan ini ke dalam pernikahan. Satu minggu setelah pertemuan kami di masjid, sang calon suami pun melamarku lewat telepon. Pun tanpa ada keraguan aku menjawab YA, ketika dia mengatakan akan membawa keluarganya untuk meng-khitbah ahad yang akan datang. Pernikahan kami terlaksana justru bersamaan dengan rencana khitbah itu sendiri. Proses yang terjadi adalah keajaiban buat kami berdua dan semua adalah kuasa Allah yang ditunjukkan kepada kami. Kami rasakan tangan’ Allah benar-benar turun menolong memudahkan segala urusan. Hari H yang semestinya adalah pertemuan antar dua keluarga dalam acara khitbah, justru dilakukan bersamaan dengan akad nikah. Sujud syukur kami berdua, karena semua acara berjalan begitu lancar, dari mulai dukungan seluruh keluarga, urusan penghulu dan pengurusan surat-surat ke KUA, hanya dilakukan dalam waktu 1 hari 1 malam!!. Maha Suci Allah, hal tersebut semakin menguatkan hati kami, bahwa pernikahan ini adalah rencana terbaik dari Allah Swt dan Dia-lah Pemersatu bagi perjanjian suci kami ini. Dalam isak tangis kebahagiaan kami atas segala kemudahan yang diberikan-Nya, tak pernah putus kami bersyukur akan nikmat-Nya. Insya Allah, pernikahan kami merupakan hijrahnya kami menuju kehidupan yang lebih baik dengan mengharap ridho Allah, karena tanggal pernikahan kami selisih satu hari setelah hari Isra mi’raj. Akhirnya setelah sekian lama aku mengembara mencari pasangan hidup ternyata jodohku tidak pernah jauh dari pelupuk mata. Suamiku adalah teman satu kantor yang justru tidak pernah aku kenal kecuali dua minggu sebelum pernikahan kami. Inilah rahasia Allah Swt yang tidak pernah dapat kita ketahui kecuali dengan berkhusbudzon kepada-Nya. Percayalah, bahwa Allah Swt adalah sebaik-sebaik Pembuat keputusan. Serahkanlah segala urusan hanya kepada Allah semata. Jika sekarang para akhwat yang sudah di atas usia kepala tiga merasa khawatir karena belum mendapatkan pasangan/jodoh, percayalah selalu akan janji Allah di dalam firman-Nya “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. ar-Ruum21 Jangankan manusia, hewan dan buah-buahan pun diciptakan Allah perpasangan. Ber-khusnudzon selalu kepada-Nya bahwa, entah esok, lusa, satu bulan, satu tahun atau bahkan mungkin sepuluh tahun nanti, dengan ijin Allah, jodoh kalian pasti akan datang. Pasangan jiwa yang terbaik yang dijanjikan dan dipersatukan-Nya dalam perjanjian suci yang disebut pernikahan. Wallahu’alam bishshowab. bunda ___________________ sumber Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilihan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci. Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’. ”Subhanallaah…wal hamdulillaah…”, girang Abu Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa. ”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni. ”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati. ”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.” Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara. ”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!” ??? Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih, merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan ’merasa dikhianati’-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah, dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah. Sergapan rasa memiliki terkadang sangat memabukkan.. Rasa memiliki seringkali membawa kelalaian. Kata orang Jawa, ”Milik nggendhong lali”. Maka menjadi seorang manusia yang hakikatnya hamba adalah belajar untuk menikmati sesuatu yang bukan milik kita, sekaligus mempertahankan kesadaran bahwa kita hanya dipinjami. Inilah sulitnya. Tak seperti seorang tukang parkir yang hanya dititipi, kita diberi bekal oleh Allah untuk mengayakan nilai guna karunia-Nya. Maka rasa memiliki kadang menjadi sulit ditepis. Semoga kita bisa mengambil hikmahnya! __________________________________ Sumber Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Ia tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu. ”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.. Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan. Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan. Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu? ”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..” ”Aku?”, tanyanya tak yakin. ”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!” ’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan. ”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” ”Entahlah..” ”Apa maksudmu?” ”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya. ___________________ Sumber Buku “Jalan Cinta Para Pejuang” Karya Salim A. Fillah Di antara keutamaan menikah dengan gadis perawan adalah mereka lebih rela dengan nafkah yang sedikit. Anda bisa berumah tangga mulai dari nol, dari keadaan tidak punya apa-apa sama sekali. Penghasilan pas-pasan dan rumah kontrakan tipe RS7 tidak menjadi persoalan. Tidak berkurang sedikit pun kemesraan dan ketulusannya. Itulah yang dikatakan Rasulullah, “….. lebih rela menerima pemberian, nafkah yang sedikit”. Ketika menelisik kehidupan nyata saat ini… muncul pertanyaan, adakah gadis baik saat ini ketika kehormatan dan kesucian dianggap tidak penting lagi? Ada gak ya? Hm.. Anda mungkin bisa membayangkannya ketika melihat pergaulan muda-mudi di sekeliling Anda. Kalo saya sih, hanya bisa mengelus dada bukan sok suci lho, ngelus dada karena haus nih, eh salah ya, harusnya ngelus kerongkongan… maksa hehe. Kesucian cinta yang seharusnya hanya dipersembahkan untuk sang suami, apa jadinya jika telah ternoda? Kisah Rani, Rebeca dan Yayuk adalah hanya sekelumit kisah di permukaan. Banyak fakta dan cerita yang lebih parah dari sekedar cerita ringan Rani, Rebeca dan Yayuk. Menurut survey BKKBN tahun 2008, 63 persen remaja Indonesia pernah berhubungan seks. Parahnya, hasil penelitian Komnas Anak pada tahun yang sama menunjukkan 62,7 persen remaja SMP sudah tidak perawan lagi. Wow… kapan melakukannya ya? Saat belajar kelompok kali! hehe Kasihan suami kita kelak. Ia kita berikan cinta sisa orang. Sang istri telah ternoda dan sudah “tidak perawan” dalam makna kiasan ataupun sungguhan. Kelak, ketika sudah bersuami, wanita yang hatinya telah ternoda cenderung membandingkan suami dengan hal terkesan di masa lalu bersama “sang mantan”. Akibatnya, ia tidak terima jika suami tak sesuai dengan harapannya. Tepatnya, tidak sesuai seperti sang mantannya. Mungkin itu salah satu penyebab tingginya perceraian saat ini. Menurut KUA, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangannya bercerai. Umumnya mereka yang baru berumah tangga KUA 2007. Tahun 2007 aja sudah seperti itu, apalagi tahun sekarang 2010… pasti lebih tinggi lagi. Terus kalo tahun 2012? Jangan bilang Kiamat sudah dekat! Benar pernyataan Rasulullah, “Kawinilah gadis…”! Pengalaman bercintanya pertama kali hanya dengan suami. Apapun kelemahan dan kekurangan suami yang tidak bertentangan dengan hukum syara, ia akan menerimanya. Karena ia belum punya pembanding yang lebih perfect sebelumnya. Cintanya akan ia tumpahkan seutuhnya untuk sang suami.. Betapa indah! Nah, bagi wanita yang lagi pacaran… hati-hati… hatimu ternoda. Jangan biarkan dirimu termangsa. Kalo bisa, langsung minta nikah ke cowoknya. Cowok biasanya ingin enaknya aja, tapi gak mau tanggung jawab. Ibarat kata, “Cowok lo yang makan nangkanya orang lain yang kena getahnya…” hmm, udah mulai 17+ nih. Kalo cowok gak mau menikahimu atau belum siap nikah, putusin aja sebelum mereka semakin banyak menggoreskan noda. Setelah pria memberi noda, apakah Anda bisa menjamin mereka tetap di samping Anda? Tak ada penjara yang mampu memenjarakan hati pria di dunia ini ketika pria itu sudah dapat apa yang diinginkannya. Selamatkan diri Anda segera! Soal jodoh, serahkan pada Allah… lebih baik kita mempersiapkan diri menjadi wanita terbaik untuk suami kita kelak. Ketika Anda bersiap diri, insya Allah jodoh akan menghampirimu. Kelak, belajarlah mengenal suami apa adanya. Anggap saja, ia lelaki pertama yang engkau kenal.. Dialah lelaki sejati yang akan menemanimu sepanjang hayat. Jangan kau sakiti mereka dengan mengungkap dosa lama. Dengan membandingkan dan memimpikan sang mantan atau pujaan dalam kehidupan rumah tangamu. Tutuplah masa kelammu.. pejamkan mata dan bertaubat. Allah berfirman “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”[Qs Al-Baqarah222]. “….janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[Az Zumar53]. Wallahu a’lamu bish-shawab. Ken Ahmad “Kamu koq gak romantis sih? Sesekali kasih dong aku bunga!” Rani menggerutu dan cemberut di hadapan suaminya. Sang suami memang polos dan tidak pandai mengungkapkan kata-kata cinta. Sebenarnya sang suami bukan tak cinta, namun ia punya cara lain dalam mengekspresikan cinta. Baginya, kerja keras untuk menafkahi keluarga serta sesekali membantu pekerjaan istri di rumah adalah bentuk cinta kepada istrinya. Memang kekurangannya adalah kaku dan tak pandai berucap romantis. Lain Rani, Lain pula Rebeca. Tadi malam Rebeca ngambek kepada sang suami. Keinginannya untuk membeli baju baru tak kesampean lantaran penghasilan sang suami pas-pasan. Rebeca memiliki tipe suami P13 … Pergi Pagi Pulang Petang Pinggang dan Pundak Pegal-Pegal Penghasilan Pas-Pasan Potong sani Potong sini… seterusnya tambahin sendiri ya?! hehe. Ada lagi. Yayuk namanya. Dia sudah cape jadi kontaktor terus bersama suaminya. Pindah-pindah kontakan udah biasa. Maklum, cari yang murah. “Ayah, kapan kita punya rumah sendiri? Kan gak enak pindah-pindah memulu”, Yayuk bersungut-sungut ke suaminya. Sang suami hanya terdiam. Ia tampak sedih membatin, di dalam kontakannya. Kontrakan yang baru ia dapatkan susah payah. Cari yang murah, namun enak ditempati memang sulit. Ia hanya bisa dapatkan rumah dengan tipe RS7… Rumah Sangat Sederhana dan Sempit Sekali Sisinya Sawah dan Selokan… lebai ini sih, hehe. Usut terusut… Rani… ternyata pernah memiliki mantan yang super romantis. Bertolak belakang dengan sang suami. Pantas, ia selalu menuntut suami agar wajib bersikap romantis Rebeca… ternyata pernah memiliki pujaan hati anak gedongan. Saat pacaran dengan sang mantan, Rebeca sering dibelikan baju walau ia tak memintanya. Bertentangan dengan sang suami, jangankan beli baju… beli garem sama terasi aja sulit.. maklum dah, wong pailit. Terakhir, Yayuk. Ternyata eh, ternyata… ia pernah pacaran dengan putera konglomerat. Sang putera sudah dibangunkan rumah mewah oleh ortunya sebagai persiapan untuk keluarganya kelak. Tentu saja, ini kontadiktif dengan Paijo, sang suami yang dengan banting daging dan tulang pun, belum mampu menyediakan rumah yang nyaman bagi Yayuk. Dari peristiwa di atas, saya jadi teringat sebuah hadist… pesan Rasulullah kepada yang hendak menikah. “Kawinilah gadis-gadis, sesungguhnya mereka lebih sedap mulutnya, lebih banyak melahirkan, dan lebih rela menerima pemberian, nafkah yang sedikit.” HR Thabrani Seorang gadis yang hatinya belum disinggahi perasaan cinta, ketika ia menikah akan lebih jernih ungkapan perasaannya. Akan terlahir kemesraan yang lebih hangat. Sedap mulutnya. Ada canda yang menyegarkan jiwa, ada juga gelak tawa kecil yang renyah. Bisa bermesraan saat-saat berdua dengan cubitan cinta rada mendayu-dayu nih, hihi. Kita juga bisa saling gigit dengan gigitan sayang jangan terlalu keras, nanti sariawan! Hehe. Akibatnya, letih dan penat yang kita rasakan saat pulang, rasanya hilang tanpa bekas. Tunggu ya, bagian2 Ken Ahmad.
Raraduduk di samping akhwat yang cantik, kulitnya putih, senyumnya manis. lihat tiket 23C, sebelah aku dong katanya sambil tersenyum , aku seat 23B. aku langsung senyum lebar, seneeeeng banget jodoh kali ya.. Aku perhatikan lagi wajahnya.wajah oriental, tapi ga terlalu sipit, kulitnya putih, pake kacamata, potongan rambutnya yang pendek
Sholat jum’at baru saja usai ditunaikan. Pak Yunus seperti biasa masih berada dalam masjid bersama beberapa bapak yang lain. Tiba-tiba, baru saja selesai berdzikir, Pak Daud menghampiri Pak Yunus menepuk pundak Pak Yunus lantas berjabat tangan. Ya, Pak Yunus dan Pak Daud sudah berteman sejak lama semenjak dipertemukan dalam satu pengajian. “Gimana kabarnya Pak?”, sapa Pak Daud “Alhamdulillah baik. Bapak sendiri gimana?”, balas Pak Yunus “Alhamdulillah.. terdiam sebentar. Ngomong-ngomong,, masih sendirian aja nih Pak?”, Pak Daud melempar pertanyaan gurauan yang selama ini sering diajukannya. Pak Yunus hanya tersenyum seperti biasanya jika ditanya hal itu. Semenjak istri Pak Yunus meninggal dunia beberapa tahun lalu, Pak Yunus menjalani hari-harinya tanpa pendamping. Usianya yang sudah kepala 6 pula yang sepertinya menjadi salah satu keputusan untuk tak ingin menikah lagi. Ketiga anaknya yang telah berkeluarga membuat Pak Yunus semakin kesepian. Ya, sebagai seorang laki-laki, terkadang perasaan membutuhkan seorang pendamping di hari tua, juga dialami oleh Pak Yunus. Banyak teman di sekitar Pak Yunus yang menyarankan untuk menikah lagi, termasuk Pak Daud. *** 1 Syawal 1430 H “Hei,, saudara-saudara,, Tasya mau nikah 2011 nanti..”, Mira, menantu Pak Daud, tiba-tiba berteriak di ruang tengah saat kumpul keluarga besar Pak Daud. Spontan, saudara-saudara yang lain langsung bertanya ke yang bersangkutan, Tasya, anak bungsu Pak Daud. “Bener Sya?” “Bener ka Tasya?” Tasya hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan itu dengan senyuman, sambil berkata “Itu hanya rencana pribadi. Belum tau rencana ALLAH nantinya..” Di sisi lain, Tante Yeni hanya terdiam, dan tersenyum yang cukup dipaksakan. Tante Yeni adalah adik perempuan Pak Daud yang belum juga bersuami di usianya yang menjelang kepala 5. Tasya menangkap semburat yang tidak mengenakkan ketika melihat wajah tante Yeni. Tasya sadar dan merasakan apa yang tante Yeni rasakan keponakannya sudah merencanakan akan menikah,, sementara dirinya??. Mungkin hal itulah yang ada di pikiran tante Yeni, pikir Tasya. Tante Yeni memang belum menikah hingga saat ini, yang mungkin seharusnya sudah saatnya mempunyai anak atau bahkan menimang cucu. Tapi, ya itulah jodoh. Tante Yeni bisa dibilang belum menemukan jodohnya hingga saat ini. Apakah karena masalah kecantikan? Ooohh,, tentu tidak! Tante Yeni cukup cantik dengan kulit putihnya. Apakah karena agamanya? Oooohh,, jangan salah,, tante Yeni adalah wanita yang sangat menjaga qiyamullail. Apakah karena hartanya? Ooohh,, tentu saja tante Yeni cukup mandiri untuk menghidupi dirinya walaupun tanpa pekerjaan tetap, yang penting tetap berpenghasilan. Apakah karena keturunannya? Ooohh,, tante Yeni adalah keturunan terhormat, dari bapak yang seorang kepala sekolah. Lantas,, apa yang membuatnya hingga saat ini belum juga menikah?? Ya, itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan datangnya, dan kita tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Kita hanya bisa menanti, berusaha, berdo’a dan terus memperbaiki diri. *** Seperti jum’at biasanya, beberapa bapak masih berdzikir di dalam masjid usai sholat jum’at, termasuk Pak Yunus dan Pak Daud. Pak Yunus menghampiri Pak Daud yang sedang berada di pojok masjid. “Assalamu’alaykum. Pak..”, sapa Pak Yunus sambil menjabat tangan Pak Daud. “Wa’alaykumusalam..”, jawab Pak Daud hangat. Pak Yunus menyampaikan maksudnya; ia ingin menikah lagi dan ingin mencoba berkenalan dengan adik perempuan Pak Daud, tante Yeni. Pak Daud dengan senang hati menerima tawaran itu dan mengabarkan hal ini kepada adiknya, tante Yeni. Tante Yeni pun mengiyakan; hal ini yang tentunya sangat dinantikan tante Yeni. Pertemuan pertama pun sudah diatur oleh Pak Daud. Pak Daud menemani Pak Yunus untuk berkunjung ke rumah orangtua Pak Daud, yang tak lain dan tak bukan adalah tempat tinggal tante Yeni. Mereka berbincang dan berkenalan lebih dalam. Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Tak ada jalan berdua, selalu ada yang menemani, layaknya ta’aruf pada umumnya. Hanya ada 4 kali pertemuan dan kedua belah pihak keluarga juga menyetujui, termasuk anak-anak Pak Yunus. Akhirnya khitbah pun dilangsungkan. *** Keluarga besar Pak Daud telah berkumpul sejak pagi di rumah orangtua Pak Daud. Hari ini akan ada ada pertemuan dua keluarga keluarga Pak Yunus dan keluarga tante Yeni. Di sela-sela persiapan khitbah, Tasya menemani tante Yeni di kamarnya dan bermaksud mendapatkan cerita yang menarik dari proses ini. Proses menuju pernikahan seorang gadis berumur 40-an dengan duda berumur 60-an, sungguh kisah yang unik. “Gimana tante perasaannya?”, tanya Tasya to the point. “Yaaaa,, gak nyangka aja. Padahal kamu yang udah ngerencanain nikah, sedangkan tante gak punya rencana apa-apa. Tapi ternyata sekarang tante mau dilamar..”, jawab tante Yeni sumringah. “Ya,, gitu deh kalo udah rencana ALLAH. Aku juga itu baru rencana pribadi. Gak tau deh ke depannya gimana. Mungkin bisa dipercepat atau diperlambat sama ALLAH dari rencanaku.”, Tasya semakin bijak dalam kata-kata. “Iya, padahal kan tante udah hampir 50 umurnya. Tapi ternyata emang baru saat ini ALLAH memberikan jodoh itu. Nggak tau kenapa pas sama Pak Yunus, terasa dimudahin banget prosesnya, cuma 4 kali ketemuan. Pas ketemuan 2 kali, dia sms kalo mantap dengan pilihannya. Pas ketemu sama anak-anaknya, tante juga gak merasa takut, biasa aja. Ya, tante mah berdoa aja sama ALLAH, jika memang ini yang terbaik maka dekatkanlah dan mudahkanlah, dan jika memang bukan terbaik untukku, maka jauhkanlah dengan baik-baik. Alhamdulillah,, proses itu dimudahkan dan hati tante pun mantap.”, cerita panjang tante Yeni begitu membuat Tasya terperangah. “Semoga lancar ya Tan,, ke depannya..”, Tasya menguatkan tante Yeni, sambil bersiap menuju ruang keluarga karena sudah banyak yang menunggu. *** Setelah khitbah, hari itu juga keluarga besar tante Yeni pun berkumpul untuk membicarakan resepsi pernikahan yang sungguh unik ini. Mulai dari membuat undangan, kepanitiaan sampai pembagian tugas. Ya, resepsi pernikahan yang akan dilangsungkan tak jauh beda dengan resepsi pernikahan pasangan muda pada umumnya. *** Akad nikah yang dilangsungkan beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha begitu khidmat. Undangan para anak yatim piatu turut merasakan kebahagiaan kedua mempelai pada resepsi pernikahan. Dan kini, doa tante Yeni terkabul sudah; menutup masa lajangnya. *** Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata tanteku. Ya, dalam masa penantian menemukan jodohnya, tak sepatah katapun kudengar dari bibirnya menyalahkan takdir, menyalahkan ALLAH yang seolah tak berpihak padanya. Dalam masa penantian itu, dia sibukkan dirinya dengan ibadah kepada ALLAH dan kegiatan social di lingkungannya. Hingga akhirnya, selama penantian bertahun-tahun, puluhan tahun lamanya, teruji sudah kesabarannya, dan ia pun mendapatkan jodoh yang insya ALLAH terbaik menurut ALLAH. Itulah misteri jodoh. Kita tak kan pernah tahu kapan jodoh itu datang. Manusia hanya bisa berencana. Namun, ALLAH-lah yang berkehendak atas semuanya. Bisa saja jodoh kita datang menjadi lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari rencana kita sebelumnya. Kita pun tak kan pernah tahu dengan siapa kita berjodoh. Entah itu dengan orang yang sudah dekat dengan kita maupun orang jauh sekalipun yang tak pernah saling bertemu. Atau bahkan kita tak dipertemukan dengan jodoh kita di dunia ini, tapi di syurga-NYA nanti. Allahu Akbar! Saudaraku, yakinlah bahwa ALLAH telah menyiapkan scenario terbaik untuk kita dalam masalah jodoh. Tak perlu khawatir. Karena ALLAH telah berkata dalam An-Nahl72 “Dan Allah telah menjadikan jodoh-jodoh kamu sekalian dari jenismu sendiri, lalu menjadikan anak-anak dan cucu bagi kamu dari jodoh-jodohmu.” Saudaraku, jangan pernah terbersit sedikitpun bahwa ALLAH tak adil karena sampai saat ini jodoh belum juga menghampiri. Coba instrospeksi diri. Gunakan masa penantian jodoh ini dengan terus berikhtiar, berdoa dan terus sibuk memperbaiki diri. Bukankah kita menginginkan jodoh yang baik? Seperti yang dijanjikan-NYA dalam An-nuur26 ” Wanita – wanita yang keji adalah untuk laki – laki yang keji dan laki – laki yang keji adalah untuk wanitayang keji. Dan wanita – wanita yang baik adalah untuk laki – laki yang baik, dan laki – laki yang baik adalah untuk wanita – wanita yang baik pula.“ Teruntuk tanteku “Barakallahu Laka Wa Baraka Alaika Wa Jama’a Bainakuma Fi Khair” KonsepMenanti Jodoh (Insya Allah) Catatan ini bukan cerita bagaimana teori perjodohan Rasulullah dengan Khadijah, Ali dengan Fatimah, atau kisah terkini antara Abdullah Khoirul Azzam dengan Anna Althafunnisa dalam serial Ketika Cinta Bertasbih. Ini hanya teori ringan berupa beberapa konsep yang harus dibuktikan sebagai analisa bersama di zaman
Sahabat, sikap sabar menanti jodoh ternyata telah dianjurkan dalam Islam, sebagaimana kisah yang terdapat dalam Al-Quran di bawah ini. “Oh ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku? Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?” Kira-kira begitulah keluhan seorang gadis Mekah yang menunggu jodohnya. Ia berasal dari Bani Ma’zhum yang kaya raya. Mendengar rintihan si anak, ibunya yang teramat kasih dan sayang kepada anaknya lantas kalang kabut ke sana ke mari untuk mencari jodoh buat si puteri. Pelbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya, ia tidak peduli berapa saja uang yang harus keluar dari saku, yang penting anaknya yang cuma seorang itu dapat bertemu jodoh. Namun sayang usaha si ibu tidak juga menampakkan hasilnya. Buktinya, janji-janji sang dukun cuma bualan kosong belaka. Sekian lama mereka menunggu jejaka datang melamar, akan tetapi yang ditunggu tidak pernah nampak batang hidungnya. Melihat keadaan ini, tentu saja gadis Bani Ma’zhum yang bernama Rithah al-Hamqa menjadi semakin bermuram durja, tidak ada kerja lain yang diperbuatnya setiap hari kecuali mengadap di depan cermin untuk memandang diri sambil terus bertanya-tanya, “Mengapa sampai hari ini tidak kunjung datang juga seseorang yang akan menikahiku?” Penantian jodoh yang ditunggu-tunggu Rithah akhirnya tamat tatkala ibu saudaranya yang berasal dari luar daerah berkunjung ke rumah mereka dengan membawa jejaka tampan. Akhirnya Rithah yang telah lanjut usia pun menikah dengan jejaka yang muda rupawan. Kenapa si pemuda itu bersedia menikahi gadis Bani Ma’zhum yang telah tua itu..? Oh… ternyata ada udang di balik batu. Rupa-rupanya jejaka rupawan yang miskin itu hanya menginginkan kekayaan Rithah yang melimpah ruah. Ketika si jejaka telah berhasil menggunakan sebagian harta Rithah, dia pun pergi tanpa pesan dan pamitan…. Dan tinggallah kini Rithah seorang diri, menangisi pemergian suami yang tidak tentu ke mana perginya. Kesedihan dan kemurungannya dilampiaskan Rithah dengan membeli beratus-ratus gulung benang untuk dipintal ditenun, setelah jadi hasil tenunannya, wanita itu mencerai beraikan lagi menjadi benang. Lalu ia tenun lagi dan ia cerai beraikan lagi. Begitulah seterusnya ia jalani sisa-sisa hidupnya. Sesuailah kata-kata jahiliyyah mengatakan, “ Asmara bisa membuat orang jadi gila sasau.” tentu bagi orang-orang yang tidak memiliki iman al-Qur’anul Karim mengabadikan kisah gadis Bani Ma’zhum ini dalam surat An-Nahl ayat 92, “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali…” Yang dimaksud Al-Qur’an dengan wanita pengurai benang yang telah dipintal’ tidak lain adalah Rithah Al-Hamqa. Dalam ayat tersebut, Allah melarang kita berkelakuan seperti Rithah dalam menghadapi masalah jodoh. Namun demikian, banyak ibrah yang dapat kita petik dari episod gadis kaya keturunan Bani Ma’zhum tersebut. Diantara hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kisah tersebut di atas adalah PERTAMA, Kisah Rithah mengajarkan kita bahwa jodoh sebenarnya merupakan urusan Allah. Jodoh tidak dapat dihindari manakala kita belum menginginkannya, dan sebaliknya ia juga tidak dapat dikejar ketika kita sudah teramat sangat ingin mendapatkannya. Bukankah Rasul pun telah bersabda “Ketika ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih di dalam perut ibunya sudah ditetapkan ajalnya, rezekinya, jodohnya dan celaka atau bahagianya di akhirat”. Kerana Allah telah menentukan jodoh kita maka tidak layak bagi kita untuk bimbang dan risau seperti Rithah. Kalau sudah sampai waktunya jodoh itu pasti akan datang sendiri. KEDUA, Episod Rithah juga mengajarkan kita untuk melakukan ikhtiar usaha dalam mencapai cita-cita. Kalau ibu Rithah mendatangi berbagai ahli nujum agar anaknya berhasil mendapat jodoh, bagi kita tentunya mendatangi Allah yang Maha Pengabul Doa agar tujuan kita tercapai dengan cara berdoa dengan khusu sesuai dengan yang disyariatkan. Selain, usaha-usaha lainnya yang tiak melanggar syariat. Allah sendiri telah berfirman “Dan apabila hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka jawablah bahawa Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepada-Ku…” Dengan ayat tersebut, Allah memberikan harapan yang sebesar-besarnya bahwa setiap doa yang disampaikan pada-Nya akan dikabulkan. Allah tidak mungkin mungkiri janji, siapa yang paling tepat janjinya selain Allah? Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud, Tarmizi dan lbnu Majah, Rasul pun bersabda tentang masalah doa, “Sesungguhnya Allah malu terhadap seseorang yang menadahkan tangannya berdoa meminta kebaikan kepada-Nya, kemudian menolaknya dalam keadaan hampa.” KETIGA, lbrah berikutnya yang dapat kita petik, ialah memupuk sikap sabar’ dalam menghadapi jodoh yang mungkin belum juga menghampiri kita padahal usia kita telah semakin senja. Firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 45, “Dan jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu, sesungguhnya yang demikian itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini bahawa mereka akan menemui Rabbnya, dan mereka akan kembali padaNya.” Sabar dan solat akan selalu membentengi kita dari desakan orang sekeliling dan godaan setan yang berharap kita salah langkah dalam masalah jodoh ini. Masalah ini banyak ditanggung oleh saudara-saudara kita yang sudah layak nikah namun belum ada juga ikhwan yang datang meminang merupakan ujian yang – wallahu a’lam – sesuai dengan ketetapan Allah. Banyak kisah nyata bahawa resah gelisah dan tidak sabar dalam masalah jodoh malah membuat kehidupan selepas pernikahan jadi tidak seindah semasa masih bujang. KEEMPAT, Di samping itu, kita pun harus tetap menjaga kemurnian niat kita untuk menikah. Motivasi usia yang semakin senja serta tidak tahan mendengar umpatan orang sekitar harus secepatnya dihilangkan. ltu semua tidak akan menghasilkan suatu rumahtangga Islami yang kita harapkan. Ini adalah karena kekukuhan rumahtangga kita seiring dengan kuatnya landasan iman dan niat ikhlas kita. Sungguh beruntung sekali menjadi orang-orang mukmin. Tatkala mendapat ujian termasuk jodoh ia akan bersabar maka sabarnya menjadi kebaikan baginya. Dan ketika mendapat nikmat ia bersyukur, maka kesyukurannya itu menjadi baik pula baginya. KELIMA, Kisah gadis Bani Ma’zhum itu juga memberikan nasihat pada manusia di zaman setelahnya, bahwa jodoh merupakan amanah Allah. Amanah yang hanya akan diberikan pada seseorang yang dianggap telah mampu memikulnya kerana amanah merupakan sesuatu yang harus dipelihara dengan baik dan dipertanggungjawabkan. Manakala kita belum dikurniai amanah jodoh oleh Allah, mungkin belum waktunya untuk kita memikul amanah tersebut. Sikap kita yang paling baik dalam hal ini adalah sentiasa bersangka baik husnudzon kepada-Nya. Kerena sesuatu yang kita cintai atau sesuatu yang kita anggap baik jodoh belum tentu baik bagi kita menurut Allah. Begitu pula sebaliknya sesuatu yang kita anggap buruk bagi diri kita belum tentu buruk menurut ilmu Allah. “Boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan Allah Maha Mengetahui.” QS. 2216 KEENAM, terakhir, kisah Rithah memberikan ibrah kepada kita untuk mengarahkan cinta mahabbah tertinggi kita kepada yang memang berhak memilikinya. Cinta Rithah yang begitu tinggi diarahkan kepada makhluk suaminya, hingga membuat dia gila sasau’. Bagi kita, tentu cinta yang tertinggi itu hanya patut dipersembahkan buat yang Maha A’la pula Khaliq. Bukankah salah satu ciri mukmin adalah asyaddu huballillah adapun orang-orang yang beriman itu amat sangat cintanya kepada Allah asyaddu huballillah. QS. 2165. Jika arah cinta kita sudah benar, maka yakinlah Allah SWT tidak akan mengabaikan kehidupan kita. Demikian keenam pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas yang mengajarkan kita untuk senantiasa sabar menanti jodoh. Wallahu’alamu bish-shawab
KunciMeraih Jodoh Terindah (yang sedang Evi jalani) 1. Jangan pernah putus asa. Sadarilah selalu, bahwa menanti jodoh bukanlah petaka. Bersabar dan mengharap ridha Allah, adalah cara terindah. 2. Sepatutnya menghindari pacaran. Jangan hiraukan ocehan orang yang mungkin memojokkan Anda, wahai akhwat muslimah.
Barangkali, anda sering mendengar istilah ikhwan, akhi, afwan ukhti, dan akhwat, namun belum tahu akhwat artinya apa, arti ikhwan apa, dan sebagainya. Dalam kesempatan kali ini, kita akan coba menjelaskan kata-kata ini. Semoga penjelasan kami bermanfaat untuk anda dan dapat menambah wawasan yang baik. Akhwat dan Ikhwan Artinya Adalah Apa? Berikut ini penjelasan mengenai sebutan-sebutan yang sering kita dengar sehari-hari. Arti Ikhwan Ikhwan adalah berasal dari dalam bahasa Arab الاخوان yang artinya adalah kawan laki-laki. Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ia memiliki arti saudara atau teman. Dalam bahasa Arab, ia merupakan bentuk jamak. Biasanya, kata ini digunakan untuk menyebut para lelaki yang dikenal memiliki kepribadian agama Islam yang baik. Arti Akhwat Akhwat adalah diambil dari bahasa Arab الأخوات yang artinya saudara perempuan. Dalam KBBI, ia diartikan sebagai saudara perempuan atau teman perempuan. Ia juga merupakan bentuk jamak dalam bahasa Arab. Kata ini sering digunakan sebagai sebutan bagi wanita-wanita yang dikenal berusaha mengamalkan Islam dengan baik. Arti Akhi Akhi artinya adalah saudaraku laki-laki. Ia merupakan bentuk tunggal dari kata ikhwan. Arti Ukhti Ukhti merupakan bentuk tunggal dari kata akhwat. Berikut ini ringkasan dari sebutan-sebutan yang sering kita dengar SebutanArtiAkhwatWanita Kata ganti ketigaIkhwanPria Kata ganti ketigaUkhtiPerempuan Kata ganti keduaAkhiLaki-laki kata ganti keduaAkhwat fillahSaudara perempuan karena AllahAkhwat onlyHanya wanitaAkhwat Perindu JannahPerempuan yang merindukan surga Akhwat Artinya Apa? Kalau kita lihat pada asal usulnya, sebenarnya yang disebut saudara adalah orang-orang yang keluar dari rahim yang sama atau orang yang disebut dengan saudara kandung. Sehingga, bagi sebagian orang, mereka tidak mau menyebut akhi wa ukhti kepada orang yang bukan saudara kandungnya. Saya menghargai pendapat mereka. Akan tetapi, sebagaimana yang kita tahu bahwa sesama muslim itu bersaudara dan persaudaraan Islam lebih kuat sehingga kita pun boleh menyebut saudara seislam kita dengan sebutan akhi atau ukhti. Dikalangan para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri, mereka juga sering menyebut orang lain dengan sebutan akhi, meskipun sebenarnya mereka bukan saudara kandung. Pernah, suatu kali Abu Bakar radliyallahu anhu terlibat perbedaan pendapat dengan Salman, Shuhaib, dan Bilal radliyallahu anhum. Tatkala Abu Bakar mengadukan kepada Rasulullah, justru Rasulullah malah menegur Abu Bakar. Beliau bersabda Wahai Abu Bakar! Apakah engkau membuat mereka marah? Kalau engkau membuat mereka marah, maka engkau telah membuat Pemeliharamu marah.” Mendengar hal itu, akhirnya Abu Bakar mendatangi ketiga sahabat tadi untuk meminta maaf. Lafal Arabnya seperti ini فَأَتَاهُمْ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ يَا إِخْوَتَاهْ أَغْضَبْتُكُمْ؟ قَالُوا لَا يَغْفِرُ اللهُ لَكَ يَا أَخِي “Maka Abu Bakar mendatangi mereka, lalu dia berkata Yaa Ikhwataah Wahai saudaraku! Apakah aku membuat kalian marah? Mereka berkata Tidak, semoga Allah mengampunimu, ya akhi wahai saudaraku.” Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Muslim sehingga diakui keshahihannya. Kalau kita lihat nasabnya, tidak ada hubungan persaudaraan antara sahabat Bilal, Shuhaib, Salman, dan Abu Bakar. Akan tetapi, mereka tetap menggunakan lafal akhi atau ikhwataah karena yang dimaksud adalah persaudaraan Islam. Dengan demikian, boleh bagi kita menyebut orang lain yang bukan saudara kandung kita dengan akhi wa ukhti, yang terpenting adalah mereka saudara seislam kita. Dalam islam, seorang wanita dan pria diperbolehkan bergaul dengan lawan jenis. Hanya saja, terdapat batasan-batasan pergaulan yang harus dijaga agar tidak melanggar aturan Allah taala. Berikut ini batasan interaksi antara ikhwan dan akhwat Menjaga PandanganMenutup AuratDilarang Khalwat Ya Akhi, Jagalah Pandanganmu Menjaga pandangan di sini maksudnya adalah agar kita tidak mengumbarnya untuk melihat lawan jenis yang diharamkan oleh Allah taala. Perbuatan ini termasuk dari tanda-tanda iman. Allah taala menyatakan “Dan katakanlah untuk orang-orang beriman dari kalangan laki-laki agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dan menjaga farji-farji mereka.” Permasalahan ini, meskipun sebagian besar dilakukan oleh laki-laki, tetapi juga tidak menutup kemungkinan bahwa wanita pun juga melakukannya. Kenapa? Karena kita sama-sama manusia dan memiliki hawa nafsu yang sama. Oleh karenanya, Allah juga memberikan nasehat kepada kaum perempuan “Dan katakanlah kepada orang-orang beriman dari kalangan perempuan agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dan menjaga farji-farji mereka.” Kesimpulannya, perintah untuk menundukkan pandangan itu sama saja untuk laki-laki dan perempuan. Kenapa kita harus menundukkan pandangan? Karena sesungguhnya memandang sesuatu yang dilarang itu juga termasuk zina. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ، وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ “Sesungguhnya Allah telah menuliskan atas keturunan Adam akan bagiannya dari zina yang dia pasti mengenainya. Zina mata adalah pandangan. Zina lisan adalah ucapan. Adapun jiwa itu berangan-angan dan bersyahwat. Dan kemaluan itu membenarkan semua itu atau mendustakannya.” [Muttafaqun alaih] Lalu, bagaimanakah yang harus kita lakukan jika kita tiba-tiba dengan tidak sengaja melihat kepada seorang ajnabi? Segera palingkan pandangan, sebagaimana hal ini pernah ditanyakan oleh Jarir bin Abdullah radliyallahu anhu kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرَةِ الفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang pandangan secara tidak sengaja, maka beliau menyuruhku untuk memalingkan pandanganku.” [Hr. At Tirmidzi] Pandangan yang pertama itu tidak mengapa, tetapi pandangan kedua merupakan dosa seperti sabda Nabi kepada Ali يَا عَلِيُّ لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ “Wahai Ali, janganlah kamu mengikutkan satu pandangan dengan pandangan yang lain karena sesungguhnya bagimu yang pertama dan yang terakhir bukan untukmu.” [Hr. Abu Dawud] Afwan Ukhti, Tutuplah Auratmu Kalau masalah terbesar yang biasa dialami laki-laki adalah menjaga pandangan, maka masalah terbesar yang dialami kaum hawa adalah menutup aurat. Banyak wanita, masih belum memahami batasan auratnya, bahkan itu terjadi kepada mereka-mereka yang sejatinya sudah belajar Islam. Keluar tanpa memakai jilbab, itu sudah dianggap biasa. Padahal, sebagaimana dapat diambil dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa rambut adalah termasuk aurat bagi wanita. Simak hadits berikut Pernah suatu kali, Asma binti Abu Bakar radliyallahu anhuma berkunjung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan memakai pakaian tipis. Ketika melihatnya, Rasulullah bersabda يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا» وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ “Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita apabila telah haid, maka tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini.” Beliau berisyarat kepada wajah dan telapak tangan beliau. [Hr. Abu Dawud] Demikianlah penjelasan mengenai ikhwan dan akhwat artinya apa dalam Islam, semoga bermanfaat.
Seolahsmw perjuangan, pengorbanan waktu dan harta tdk berharga. Benar² capek dan sudah ingin angkat tangan. Padahal mudah, namun letih sekali. Rasanya sudah tidak sanggup. Ini rasanya berjuang sendirian. Alhamdulillaahnya tidak ditambah dgn tekanan dari pertanyaan dan desakan akhwat yg menyemangati untuk hadir. Itu mah bener² bikin depresi..
Bismillaahirrahmaanirrahiim In sya Allah di postingan kali ini dan beberapa postingan berikutnya saya bakal share kisah perjalanan saya menuju halal. Sekadar berbagi pengalaman saja sih, barangkali ada yang terinspirasi pengen ngikutin jejak saya dalam menjemput jodoh, hehe. I know, setiap orang punya cerita sendiri-sendiri dalam menjemput jodohnya masing-masing. Ada yang harus menyeberang lautan luas baru ketemu jodohnya, ada yang cuma nyeberang jalan depan rumah langsung bertamu di rumah jodoh. Ada yang rela menunggu berbilang tahun lamanya sampai melewatkan banyak 'bakal jodoh' yang sempat bertandang ke rumah demi seseorang yang ternyata bukan jodohnya, ada pula yang sebatas kenal lewat selembaran biodata, ketemu cuma sekali eh langsung berjodoh. Macam-macamlah kisah yang menghiasi perjalanan seseorang dalam menjemput jodoh, mulai dari kisah paling klasik sampai kisah yang luar biasa menakjubkan. Satu hal yang pasti. Jodoh itu rahasia. Penuh misteri. Gak bisa ditebak siapa yang bakal jadi jodoh kita. Boleh jadi dia yang kelak menjadi jodoh kita adalah teman sepermainan waktu kecil atau tetangga sebelah rumah atau teman kelas semasa SMA atau teman seangkatan saat kuliah atau justru dia adalah seseorang yang tidak pernah ada dalam daftar teman kita mulai dari TK sampai Kuliah. Selain tidak bisa ditebak, jodoh juga nggak bisa dipaksa. Iya, kita tidak bisa paksa seseorang yang kita suka bakal jadi jodoh atau memaksa diri berjodoh dengan seseorang yang menjalin kasih tak halal sekian tahun lamanya dengan kita. Jodoh itu mutlak ketetapan Allah, bukan ketetapan manusia. So, nggak usah heran bila mendapati dua orang yang konon saling mencintai bertahun-tahun lamanya tapi di pelaminan bersandingnya malah dengan orang lain. Lebih-lebih pada dua orang yang konon tak saling mencintai, menjalin hubungan kasih pun tak pernah, anehnya kok bisa sama-sama melangkah menuju pelaminan bersama tanpa paksaan atau dorongan siapapun. Eh, ada kok yang kayak gitu. Segelintir. Mereka adalah orang-orang yang paham bahwa sebenarnya urusan jodoh ini sederhana sekali. Yang berjodoh akan bersatu. Yang tak berjodoh akan berpisah. Begitu aturannya. "Kalau begitu, nggak usah rempong cari-cari jodoh dong. Kan jodoh sudah diatur. Biar nggak dicari juga pasti ketemu" Yup. Jodoh memang nggak perlu dicari. Ngapain dicari, toh jodoh kita sudah ada. Ada di tangan Tuhan. Untuk bertemu, kita yang harus datang menjemputnya. Datang ke Allah. Minta dengan permohonan terbaik. Allah kan perkenankan. Mengutip kata Mario Teguh; “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar. Tapi jika Anda tidak meminta dan mengambil dari-Nya, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.” Of course, jodoh bukan dicari tapi dijemput. Kalau bukan kita sendiri yang menjemput mustahil ketemu. Sama kayak rejeki. Kalau kita malas-malasan tinggal di rumah, nggak usaha cari kerja, mana mungkin bisa dapat uang buat makan. Begitu pula dengan jodoh. Agar segera ketemu dengan calon pasangan hidup, kita yang wajib menjemput. Namanya menjemput ya harus bergerak, nggak bisa cuma diam di tempat, kudu ada usaha atau bahasa kerennya ikhtiar semaksimal mungkin yang harus kita lakukan. Oh ya, menjemput jodoh adalah tugas kedua belah pihak. Bukan cuma laki-laki saja yang wajib menjemput, perempuan pun harus datang menjemput jodohnya sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh siapa-siapa. Beneran deh. Saya sempat keliru bertahun-tahun perihal ini. Menganggap tugas perempuan hanyalah menunggu, lelaki-lah yang bertugas menjemput. Padahal rumusnya tidak demikian. Ingat janji Allah. Lelaki baik untuk perempuan baik sebaliknya lelaki buruk untuk perempuan buruk pula. Artinya, lelaki yang serius dengan perempuan yang serius, lelaki main-main dengan perempuan main-main, begitupula lelaki yang berikhtiar pastilah dengan perempuan yang sama-sama berikhtiar, nggak mungkin ketemunya dengan perempuan yang kerjaannya just galau menunggu ketidakpastian. Padahal kepastian itu musti diikhtiarkan bukan sebatas didiamkan. Alhasil, dengan pemikiran yang keliru itu saya kebanyakan bapernya; dapet udangan teman nikah, baper, datang ke kondangan sendirian, baper, menulis yang ujung-ujungnya menyerempet ke jodoh, baper lagi, ditimpuk pertanyaan kapan nikah, makin baper, ditanya udah punya calon, bapernya makin gak ketulungan belum lagi dengan meme-meme yang tiap hari memenuhi time line akun media sosial saya yang kebanyakan nyinyirin yang masih betah menyendiri. Duh, yang mau lama-lama betah melajang siapa juga. Apalah daya saya ini, cuma seorang perempuan baperan yang sering dilanda galau menanti sang jodoh yang tak kunjung datang. Saat itu yang bisa saya lakukan sepanjang waktu hanya menunggu sembari memantaskan diri dan memintal harap dengan kesabaran meluas pada-Nya. Semoga suatu hari nanti, jodoh saya segera turun dari langit *mimpi kali yee. Alih-alih disesaki dengan kegalauan all about jodoh saya mulai menyibukkan diri dengan melakukan banyak aktivitas, membaca lebih banyak, belajar lebih banyak, berinteraksi dengan lebih banyak orang hingga sekonyong-konyong ide menjemput jodoh itu nyangkut sendiri di otak. Well, saya gak bisa selamanya menunggu seperti ini, teman-teman di sekeliling udah pada melangkah ke pelaminan sementara saya masih gini-gini saja, masih stagnan, berdiri di tempat yang sama dengan status yang belum juga berubah. Saya harus mengambil langkah pertama dan ta ra ra inilah ikhtiar saya dalam menjemput jodoh; Niat Barangkali sama dengan orang yang berniat lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, selepas menyelesaikan kuliah strata satu, bakal mencari info-info terkait beasiswa S2 atau segera mendaftarkan diri di kampus pascasarjana. Begitupula dengan mereka yang berkeinginan kerja setelah sarjana, pasti bakal sibuk cari info lowongan kerja loker atau langsung mengajukan lamaran pekerjaan ke loker yang terbuka. Pun dengan saya yang setelah wisuda gak ada niat sama sekali pengen cari kerja apalagi lanjut kuliah. Niatan yang terlintas di hati saya setelah mengenakan toga pengennya langsung mengenakan gaun pengantin. Haha. Seriously, niat saya setelah sarjana memang menikah Tapi bukannya sibuk mencari-cari jodoh saya malah memutuskan pulang ke kampung kelahiran. Jangan disangka saya sengaja pulang karena pengen dapet jodohnya di tanah Papua. Tssst, diam-diam keinginan saya justru sebaliknya, hehe. Pengennya dapet jodoh di tanah Daeng. Karena itu saya harus pulang. Balik Papua. Minta restu orang tua meski belum punya calon, hehe. Baru modal niat. Yup, pulang ke rumah orang tua adalah salah satu ikhtiar saya dalam menjemput jodoh. Pulang dengan membawa sepenuh niat. Berbakti sama orang tua. Entah kenapa, saya merasa cepat atau lambat jodoh saya akan segera datang menjemput lalu membawa saya tinggal jauh dari kedua orang tua. Jadi, satu-satunya hal yang terbersit di benak saya setelah hadirnya kembali niatan tersebut adalah saya harus menghabiskan lebih banyak waktu membersamai mereka. Bukan malah pergi melanglang buana semakin jauh dari keduanya demi menemukan sang jodoh. Waktu itu, meski niatan ingin segera menikah telah muncul lagi di hati, selintas pun saya gak kepikiran mau cari jodoh, apalagi pulang dengan maksud minta orang tua yang mencarikan jodoh. Nggak ada mah pikiran-pikiran macam gitu yang nyangkut di otak saya. Yang ada, semakin tumbuh niatan ingin menikah semakin besar pula tekad saya untuk kian dekat dengan orang tua. You know, why? I think, kedekatan dengan orang tua yang akan mendekatkan saya dengan sang jodoh. Saya sangat yakin, alurnya bakal demikian. Dan memang benar, terbukti! Hihi. Berawal dari niat semata. Niatan yang mulanya masih bengkok. Keliru. Belum lurus. Dulu ketika niat itu pertama kali mencuat saya ingin menikah sebatas ingin menikah saja. Menikah biar saya bisa lekas menanggalkan status single. Sebab yang tergambar dalam benak saya, kehidupan pernikahan itu indah jadi saya ngebet pengen nikah segera. Nggak pake lama. Kan enak kalau udah punya pasangan. Kemana-mana ada gandengan, nggak sendiri lagi, gak baperan lagi. Menikah karena lama-lama saya sumpek sering ditodong pertanyaan 'kapan' sama orang-orang yang begitu peduli dengan kesendirian saya. Iri juga lihat teman-teman di sekeliling udah pada punya suami, udah gendong anak sementara saya belum. Namun, saya menyadari kesalahan yang besar dengan menumbuhkan semua niatan tersebut. Saya baru benar paham ketika mulai tertarik membaca buku-buku, artikel-artikel serta mendengar wejangan-wejangan terkait pernikahan yang berulang-ulang menekankan persoalan niat. "Innamal a'malu binniyah wa innama likullim riin maa na waa" Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan. Menikah itu perkara ibadah. Sama kayak shalat. Wajib hukumnya diawali dengan niat yang ikhlas. Lillaahi ta'ala. Tidak boleh dicampuri dengan niat-niat lain. Terlebih bila niat menikah hanya karena cinta, ikut-ikutan atau alasan duniawi lainnya. Mau dapat apa dari niatan kerdil semacam itu. Menikahlah karena Allah. Menikahlah karena kita mendambakan ridho-Nya. Menikahlah karena sami'na wa atho'na dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Serupa dengan nasihat ust. Khalid Bassalamah yang saya ambil dari cuplikan ceramah beliau di youtobe. "Menikah itu jangan karena disuruh orang tua. Jangan menikah karena terdesak. Jangan menikah hanya karena SUKA. Jangan menikah karena semua teman-teman sudah menikah, tinggal kita sendiri. Saya menikah karena perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana saya shalat karena perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana saya puasa karena perintah Allah dan Rasul-Nya" So, bagi kalian yang saat ini telah terbesit niatan ingin segera menikah, yuk senantiasa perbaharui dan luruskan niat-niat kita. Jangan cuma sekadar menghadirkan niat yang asal-asalan tapi sungguh-sungguhlah dalam berniat. Ikhlas lillaahi ta'ala. Niat itu adanya dalam hati dan Allah Maha melihat hati-hati kita. Fyi, kita nggak perlu punya calon dulu baru berniat, tapi berniatlah yang ikhlas dan benar, tepat di saat niat tersebut hadir, saat itu pula Allah kan menyiapkan jodoh terbaik untuk kita. Jodoh yang telah lama ada di tangan-Nya bahkan jauh sebelum kita dilahirkan ke dunia. Hanya persoalan waktu saja, jodoh di tangan-Nya akan segera diulurkan ke kita. Target Kalau ditanya kapan nikah, jelaslah saya yang ketika itu masih 'alone' nggak bisa memberi jawaban pasti. Wong jawabannya cuma Allah yang tahu. Sama bila saya memberi pertanyaan balik dengan mengganti kata setelah kapan menjadi mati. Otomatis nggak bisa jawab kan? Iya, sebab menikah itu satu paket dengan kematian. Hakikatnya sama. Mutlak Rahasia Allah. Telah ditetapkan waktunya. Rahasia itu baru akan tersibak ketika masanya telah tiba. Ya, bisa jadi ajal atau jodoh duluan yang menghampiri kita kelak. Wallaahu a'lam Semestinya yang menjadi ketetapan Allah nggak perlu ditanya-tanya. Toh, setiap orang telah ditentukan jatah jodoh masing-masing. Soal kapan biarlah menjadi urusan Yang Maha Kuasa. Lagian nggak adil juga, selama ini kita cuma berani basa-basi mengajukan pertanyaan kapan nikah ke teman-teman yang masih happy dengan status singlenya tapi tidak pernah berani bertanya ke mereka atau minimal ke diri sendiri, kamu kapan matinya? But, whateverlah, keep positif thingking, walaupun saya sendiri kadang suka sebel bin kesel dengan orang-orang di sekitar yang doyan mengajukan pertanyaan basi macam gitu macam nggak ada pertanyaan lain saja. Coba konteks pertanyaannya diganti kayak gini. "Ukh udah niat menikah belum?" Eh, kalau niat ada sih tapi belum ada calonnya, hehe "Kalau ada yang mau ajak antii ta'aruf, mau gak?" Hmm diam sejenak pura-pura mikir. Iya. Boleh juga. Nah, itu tuh bentuk pertanyaan yang tepat, kalau memang kita benar-benar peduli sama teman, saudara atau sahabat yang masih single. Pertanyaan yang kita ajukan mustinya bisa jadi solusi bukan pertanyaan yang bikin mereka tambah galau berlipat-lipat. Misalkan, sewaktu-waktu dapat todongan pertanyaan retoris yang mengandung tawaran baik kayak gitu, kita juga gak usah sok-sok-an jaim. Bilang saja iya. Bilang saja mau. Kalau memang berminat, apa salahnya? Hehe. Jodoh itu bisa dijemput dari arah mana saja, guys. Mau lewat orangtua, teman, tetangga, kerabat, guru, orang yang baru kenal di perjalanan udara pun jadi atau dari mana-mana saja. Kuncinya, jangan sempitkan pikiran dan buka akses jalan menuju ke sananya lebar-lebar. Urusan hasil belakangan, yang penting ikhtiar dulu. Logikanya, gimana kita mau segera ketemu jodoh, bila setiap ada yang datang langsung ditolak. Pendek, ditolak. Tinggi, ditolak. Kurus, ditolak. Gemuk juga ditolak. Miskin, ditolak. Kaya pun ditolak. Maunya apa coba. jawaban ust. Khalid nih bila ditanya soal jodoh Bukan berarti pula kita boleh asal menerima sesiapapun yang datang, tapi sebelum menolak, please, pertimbangkan baik-baik apa yang wajib dipertimbangkan. Oke, masalah pertimbangan itu kita skip dulu, kembali ke soal pertanyaan. Kalau pertanyaan kapan nikah diselipi kata ingin di tengahnya atau diganti dengan pertanyaan, target nikahnya kapan, baru deh saya bisa kasih bocoran jawabannya. In syaa Allah di umur duapuluhtiga. Itu target nikah saya selanjutnya ketika target awal saya pupus di tengah jalan. Jadi gini, sebelumnya saya pernah pasang target; pengen menikah dini tepatnya di umur duapuluh. Ups! Keinginan tersebut bahkan pertama kali muncul saat saya masih mengenakan seragam putih abu-abu. Semasa SMA memang udah terbesit niatan saya ingin menikah muda, hihi, tapi niatan tersebut terpaksa harus saya singkirkan jauh-jauh demi memenuhi harapan orang tua terutama mama yang menginginkan putrinya meraih gelar sarjana lebih dulu sebelum menyabet gelar istri. Lagipula ketika memasuki umur duapuluh, saya baru duduk di bangku semester lima, masih asyik berkutat dengan tumpukan tugas dari dosen yang seperti gak ada ujungnya belum ditambah dengan seabreg kegiatan kemahasiswaan yang saya geluti, mana sempat mikir nikah muda. Lagian juga tidak ada tanda-tanda jodoh saya bakal datang di umur duapuluh. Yowes, saya beralih, bikin target baru. Menikah lepas kuliah. Well, karena saya lebih dulu kejar target wisuda di umur duapuluhdua jadi saya sengaja bikin target menikah di umur duapulutiga. Ceritanya biar bisa lebih fokus mempersiapkan diri gitu. Alhamdulillaah, target wisuda saya tercapai tepat waktu sementara target menikah saya, eng ing eng! Bukannya tidak tepat waktu, hanya saja ketika saya datang menjemput jodoh di umur segitu, Allah belum kasih. Namanya manusia cuma bisa berencana, Allah yang menentukan. Saya merencanakan menikah di umur duapuluhtiga namun Allah punya kehendak lain, yoweslah, kan saya masih bisa bikin target baru. Intinya sih, jangan pernah putus asa. Target pertama gagal, bikin target kedua, target kedua juga gagal masih ada target-target selanjutnya yang bisa kita susun sewaktu-waktu selagi niatan masih menetap di hati. Ibaratnya, niat tanpa target adalah sebatas angan sedang niat yang disertai target adalah mimpi yang berpijar. Setidaknya dengan menetapkan target, kita punya tujuan yang jelas. Menjadikan mimpi bukan sebatas bunga tidur. Seperti halnya dengan niat, target yang saya tetapkan juga tidak asal-asalan. Bila di dua target sebelumnya saya sekadar mencantumkan umur, maka target selanjutnya saya bikin lebih spesifik. Tidak tanggung-tanggung; hari, tanggal, bulan dan tahun pun saya cantumkan jelas-jelas. Selain menuliskan target tersebut di buku catatan yang kerap saya bawa kemana-mana, diam-diam hati saya juga sering berbisik lirih tentang niatan tersebut. Yaa Allah, saya ingin menikah. Maksimal di umur duapuluhlima, tapi kalau boleh sebelum umur saya menyentuh angka seperempat abad. Jika boleh ya Allah. Mohon perkenankan. Waktu itu, tersisa enam bulan sebelum umur saya memeluk angka duapuluh lima. Saya telah berada persis di titik pasrah, jodoh yang tadinya saya sangka dekat terasa kian jauh tak terjangkau sementara target yang saya tentukan tinggal hitungan bulan. Jadi, apa yang bisa saya lakukan selain memasrahkan semua yang terbaik pada ketetapan-Nya. Enam bulan yang kemudian menjelma tiga bulan tersisa dan saya masih belum punya jawaban iya bila ditimpuk pertanyaan udah punya calon belum. Bila diingat, rasanya mustahil saya bisa memenuhi target nikah dalam jangka waktu sesingkat itu. Belum prosesnya. Belum musyawarah antar keluarga. Belum masalah uang panai'. Belum khitbahnya. Belum penetapan tanggal nikah. Belum persiapan walimah. Waduh, baru sekadar memikirkan saja saya udah kewalahan duluan. Tapi, apa sih yang mustahil bagi Allah. Kun Fa ya Kun. 15 April 2017. Di dua bulan kurang tiga hari menjelang seperempat abad, alhamdulillaah, target menikah yang sempat saya anggap mustahil beneran terwujud. So, tunggu apa lagi. Bagi kalian yang telah berniat menyempurnakan separuh dien, Allah dengar kok segala isi hati kita. Ayo, segera bikin target; kapan ingin nikah? Aksi Oke, sekarang waktunya beraksi. Haha saya bukan ngajakin ikut aksi demo ya, melainkan aksi jemput jodoh. Ikhtiar sebatas niat dan target saja belum cukup. Perlu tindakan nyata yang saya sebut sebagai aksi. Sepengamatan saya, aksi menjemput jodoh ini juga banyak macamnya. Ada yang beraksi menjemput jodohnya lewat perjodohan, ada yang lewat kontak jodoh ada yang lewat dunia maya, ada yang lewat jalinan kasih sebelum SAH, ada yang lewat jalinan hati tanpa kepastian, ada pula yang cuma lewat perantara teman, guru, saudara, kerabat atau kenalan. Kira-kira bila ditawarkan memilih, kalian pilih aksi jemput jodoh yang mana? Kalau saya milihnya, aksi yang Allah ridhoi, Orang tua ridho, saya pun ridho. Jika lewat perjodohan, orang tua ridho otomatis Allah juga ridho, tapi belum tentu sayanya ridho. Syukurnya, orang tua saya bukan tipikal orang tua yang suka memaksakan keinginan mereka ke anaknya. Apalagi terkait urusan yang si anak sendiri bakal ngejalani. Lagipula dalam Islam nggak ada tuh konsep perjodohan macam zaman Siti Nurbaya. Sebaliknya, wanita diberi kebebasan memilih jodoh sesuai dengan keinginannya sendiri. Seperti yang disabdakan Rasul. “Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu , bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu alahi wa sallam , lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka , lalu Rasulullah shalallahu alahi wa sallam memberikan hak kepadanya untuk memilih” HR Abu Daud Beraksi lewat kontak jodoh macam yang di tipi-tipi juga bukan saya banget, selain caranya yang nyeleneh, saya nggak minat sama sekali, lebih-lebih lewat dunia maya yang dominan fatamorgana. Di akun medosnya saja tampak perfect, aslinya i don't know. Sekarang kan jamannya serba pencitraan. Orang-orang gampang memosting gambar-gambar dirinya yang telah diedit sedemikian rupa dihiasi pula dengan caption yang sok bijak, sok melankolis, sok agamis, sok motivator, namun di dunia nyata wajah dan sikapnya ternyata berbanding seratus delapan puluh derajat. Astaghfirullaah, bukannya bermaksud su'udzhon, tanpa disadari saya pun mungkin pernah melakukan khilaf yang sama, cuma mengingatkan saja. Hati-hati, jangan terlalu larut dengan dunia maya. Cukuplah menjadikan dunia maya sebagai media komunikasi dengan batasan-batasan tertentu bukan sebagai tempat kita beraksi menjemput jodoh dengan mengobral janji-janji palsu. *eaaa Menjemput jodoh dengan jalinan kasih sebelum SAH juga bukan satu-satunya pilihan terbaik. Meski mungkin masih banyak di luar sana yang berpikir satu-satunya cara terbaik menjemput jodoh adalah dengan menjalin hubungan lebih dulu. Logikanya, gimana mau segera dapat jodoh, bila kekasih baca; calon saja belum punya, bergaulnya sesama perempuan, jarang pula keluar, mana ada lelaki yang melirik perempuan single yang sebegitu tertutupnya. Eits, jangan salah! Hanya karena berkomitmen jadi pejuang jofisha jomblo fisabilillaah, red or singlelillaah bukan berarti saya gak bisa segera dapat jodoh. Justru itulah salah satu ikhtiar saya dalam menjemput jodoh. No relationship before marriage. Kadang-kadang jodoh memang gak butuh logika kok. Kurang lebih sama-lah dengan rejeki. Sering datang dari arah yang tak disangka-sangka. Kayak yang udah saya alami. Ih, kok bisa. Gimana ceritanya. Teman kampus, bukan. Teman organisasi, bukan. Teman di medsos, iya, but pajangan doang sih. Nyaris gak pernah saling sapa di dunia maya. Ketemunya cuma sekali, kenalan singkat juga cuma sekali via BBM doang. Udah gitu aja. Nothing special. Dia di Makassar. Saya balik Papua. Kurang lebih dua tahun pasca pertemuan dan perkenalan yang hanya sekali, kami sama sekali gak ada komunikasi apa-apa. Lalu, belum genap tiga tahun berjalan, rasanya semua seperti mimpi. Saya ketemu dia lagi. Bersama orang tua. Di ruang tamu rumah saya. Di Papua. Besoknya. kami ketemu lagi. Di kamar pengantin. Pasca ijab kabul. Uhuk. Well, sampai detik ini pun bila mengingat kronologis perjalanan saya menjemput dia dan dia menjemput saya, rasanya masih kayak mimpi. Sulit percaya. Logikanya dimana coba, kami hanya butuh dua kali pertemuan untuk jadi jodoh, di luar sana malah ada yang langsung berjodoh di pertemuan pertama. Etapi saya tak menyarankan kalian beraksi mengambil tindakan nekat dengan menjemput jodoh bak membeli kucing dalam karung yaa. Kecuali benar-benar yakin. For me, jodoh yang tak butuh logika. Bukan cinta. Sebab cinta sewajarnya butuh logika. Jika cinta tanpa logika endingnya bakal crazy or dead. Tuh, baca saja kisah cinta tak berlogikanya Majnun terhadap Layla atau Romeo terhadap Juliet yang rela menjadi gila dan mati oleh sebab cinta. Keduanya bukan kisah cinta heroik yang patut diteladani. Kisah cinta yang heroik itu yang serupa kisah cinta Sang Rasul terhadap kekasih pertamanya Khadijah yang mengajarkan kepada kita tentang kesetiaan. Betapa sabda Rasul ketika mengenang kesetiaan menduang istrinya. "Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tak memberiku apa-apa. Allah mengaruniakan aku anakn darinya dan mengharamkanmu anak dari selain dia" [HR Imam Ahmad]. Aih, tiap baca hadis ini hati saya selalu tersentuh. Adakah saya bisa meneladani betapa mulianya khadijah sebagai seorang istri. Atau pernah nggak baca kisah cintanya seorang Salman Al Farisi, sahabat nabi dari Persia yang konon diam-diam menaruh perasaan cinta pada seorang wanita muslimah Madinah nan shalihah. Berniatlah ia hendak melamar wanita tersebut. Namun, sebagai penduduk baru di Madinah Salman tidak mengetahui persis bagaimana tradisi mengkhitbah wanita di daerah tersebut sehingga datanglah ia kepada sahabatnya Abu Darda untuk dimintai bantuan melamar wanita idamannya. Sebagai saudara seiman, tentulah Abu Darda merasa berkewajiban membantu. Maka berangkatlah keduanya menuju rumah wanita yang dimaksud. Sesampai di sana, Abu Darda memperkenalkan Salman Al Farisi kepada orang tua wanita yang hendak dilamar sahabatnya itu kemudian menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Orang tua si wanita menyambut baik kedatangan mereka dan menyerahkan sepenuh keputusan kepada putrinya. Berdebar hati Salman saat menanti keputusan wanita yang ingin dinikahinya. Namun siapa sangka, jawaban wanita tersebut seharusnya menghancurkan hati Salman berkeping-keping. "Putriku akan mengatakan iya jika Abu Darda memiliki keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi" Jawaban yang sangat mengejutkan disampaikan oleh ayah sang wanita. Putrinya justru memilih lelaki yang niatnya datang hanya ingin membantu pinangan sahabatnya. Kemudian dengan legowonya seorang Salman Al Farisi bisa menerima keputusan itu. Mengikhlaskan sahabatnya menikah dengan wanita yang hendak ia lamar namun tak memilihnya. Tidak sebatas mengikhlaskan, semua harta benda yang ia siapkan termasuk mahar untuk si wanita itu ia berikan pula kepada Abu Darda. Maa syaa Allah. Kalau kita yang ngalami kayak Salman gimana rasanya ya? Maksud hati melamar pujaan hati pake bantuan mak comblang eh yang mau dilamar malah pengennya sama mak comblang. Duh, pasti nyesek. Perih. Sakit pake banget. Misalkan dalam kondisi demikian, sanggupkah kita bersikap kstaria dan heroik layaknya sikap Salman Al Farisi. Pasti sanggup. Bila merasai cinta pake logika. Kalau gak pake logika, itu mah yang susah. Hidup kemudian dibutakan oleh cinta. Depresi berlarut-larut. Stress berkepanjangan. Puncaknya, bunuh diri hanya karena cinta. Naudzubillaahi min dzalik. So, please, urusan cinta pake logika yaak. Kalau urusan jodoh gak papa deh gak pake logika, pasalnya jodoh memang hadirnya kadang-kadang memang gak bisa dicerna dengan logika. Menjalin kasihnya dengan siapa, mengikrar janji setianya sama siapa, yang ditunggu siapa, yang datang siapa, yang diharapkan siapa, yang diperkenankan siapa. Namanya jodoh. Berlogika, wajar, tak berlogika, ajaib. Iya, karena urusan jodoh Allah yang turun tangan langsung, mau diulurkan dengan cara apa dan bagaimana terserah Allah, tapi tergantung juga sih gimana cara kita menjemput dan memintanya. Kalau jemputnya keluar rel, mintanya dengan paksa pula, gimana Allah mau kasih jodoh dengan cara yang baik. Kalau urusan cinta, yaa kita sendiri yang mengelola. Kan Allah udah titipi kita hati, udah bekali juga dengan potensi rasa. Mau cinta sama siapa, nau benci sama siapa, whoever. Allah yang menggerakkan hati-hati kita dan Dia juga yang memberikan skill agar kita mampu mengelola hati sendiri. Simply, cinta jangan dijadikan alasan menikah. Sebab ada atau tidaknya cinta, sama saja. Bila Allah telah tetapkan yang berjodoh pasti berjodoh. Yang ngotot pengen berjodoh dengan dalih cinta mati pun jika Allah takdirkan tak bersama tidak akan bersama. Maka benarlah kata bijak ini, cinta tak harus saling memiliki tapi siapapun yang anda miliki harus anda cintai. Urusan jodoh pun sesederhana itu. Saya kutip lagi ya kata Mario Teguh. “Jodoh itu di tangan Tuhan. Benar. Tapi jika Anda tidak meminta dan mengambil dari-Nya, selamanya dia akan tetap di tangan Tuhan.”. Well, saya gak bermaksud mengulang pernyataan karena jodoh di tangan Tuhan berarti kita yang harus jemput, kita yang harus datang pada-Nya, kita yang harus minta dengan permohonan terbaik. Mudah-mudahan segera Allah berikan. Tidak sama sekali. Sebenarnya dari awal saya udah greget pengen mengulas soal ini namun sengaja saya skip dulu biar lebih fokus membahas ikhtiar dalam menjemput jodoh. Rencana malah saya pengen bikin ulasan tersendiri di postingan baru namun keburu waktu. Postingan ini saja belum jadi-jadi, belum postingan Menuju halal part dua, part tiga dan seterusnya. Ya udah, sekaligus saya bahas di sini saja. Barangkali saya salah satu dari sekian banyak orang yang menikah tanpa diawali dengan dasar cinta. Iya sih, dulu cinta segala-galanya bagi saya. Siapa sih yang gak mau menikah dengan orang yang mencintainya pun dicintainya. Saya sampai membahas kegelisahan saya tentang pilihan menikah di Kamar Kenangan ini berdasarkan apa yang pernah saya alami dan rasakan. Sampai akhirnya saya menemukan jawaban dari alasan kenapa saya ingin menikah. Kembali ke niat lantas cinta di mata saya bukan lagi menjadi alasan pertama, kedua dan seterusnya. Jika cinta harus menjadi alasan, saya dengan yakinnya meletakkan cinta di pilihan terakhir. All right, sungguh beruntung orang yang bertemu jodohnya karena didasari rasa cinta. Mungkin layaknya kisah cinta Hamis dan Raisa yang disebut-sebut sebagai haripatahhati se-Indonesia, saking bapernya orang-orang yang menyaksikan kemesraan dan luapan cinta yang terpancar di mata dua sejoli yang baru melangsungkan pernikahan awal September kemarin. Atau layaknya kisah pernikahan spektakuler Rafi dan Nagita yang disiarkan secara life dan eksklusif tiga tahun silam bahkan kehidupan setelah pernikahan mereka mulai dari berbulan madu hingga hadirnya Rafatar diangkat sebagi reality show oleh salah satu stasiun TV swasta Nasional. I's true, pernikahan impian semua orang tentunya. Mengawali pernikahan dengan cinta. Kalau nggak cinta, ngapain nikah. Iya nggak? Iya sih iya, tapi kenapa kok banyak artis yang nikahnya karena cinta eh gak sampai beberapa tahun kemudian, ada yang cuma hitungan bulan malah, udah memutuskan berpisah dengan alasan tidak ada lagi kehormanisan dalam rumah tangga mereka. Entah kemana perginya cinta yang disanjung-sanjung dulul. Nah lho? Tidak bisa dipungkiri, setiap orang mungkin pernah menyimpan satu nama dalam hatinya yang dia dambakan menjadi pasangan hidup dan imam dalam rumah tangganya kelak. I also, sebelum paham hakikat cinta yang sebenarnya, saya merawat perasaan itu dengan bumbu keyakinan you are my destiny. Sebegitu yakinnya saya. Sebegitu berharapnya saya. Iya, saya pernah memilih beraksi menjemput jodoh dengan menjalin hati tanpa kepastian. Sebatas mengungkapkan kemudian didiamkan. Menautkan janji. Mengejar mimpi yang lain. Kemudian menunggu. Ketika mimpi yang dikejar telah digenggam, janji itu belum juga terpenuhi. Menunggu menjelma abu-abu. Dipertanyakan salah. Didesak salah. Didiamkan juga salah. Lalu, saya merasa serba salah. Kesalahan fatal yang tidak seharusnya saya lalukan; menunggu seseorang yang bukan jodoh. Entah, harus sampai kapan saya menunggu dengan macam-macam prasangka yang kerap meresahkan hati. Oke, saya akui saya bukan hanya salah tapi juga kalah. Saya cukup lelah menunggu dan jujur saja, saya bukan perempuan kuat yang sanggup menunggu selamanya apalagi menunggu tanpa kepastian. You know that feel kan? Life is must go on. This is my life. Saya telah sampai pada pemahaman itu, jodoh tidak dicari, tidak pula ditunggu, harus dijemput maka inilah salah satu ikhtiar saya dalam menjemput jodoh. Melepaskan apa-apa yang hati saya tidak lagi sanggup memikulnya. Jalinan hati meski tanpa status macam pacaran, TTM, kakak-adek, HTS atau apalah namanya ternyata sama saja. Nyatanya memang tidak ada satu pun jalinan yang diridhoi Allah bagi dua orang yang saling mencintai selain jalinan pernikahan. Termasuk jalinan hati. Ah, saya salah. Saya sangka tidak ada salahnya bila diam-diam kita menaruh perasaan pada seseorang. Diam-diam yang dengan sengaja disuarakan lalu didiamkan lagi. Diam-diam pula hati saya ikut merekah lalu sekonyong-konyong hadirlah jalinan hati itu yang mari kita sebut saja sebagai harap, mengharap, berharap, diharapkan. Harapan yang tidak seharusnya tumbuh. Saya telah tiba pada titik itu ketika harapan yang dulunya menjulang pada manusia saya alihkan dan langitkan pada-Nya. Kini, kepada Allah jua-lah saya julangkan segala harap. I believe, jika saya melepaskan satu cinta karena-Nya, kelak Allah pasti menggantinya dengan cinta yang lain, cinta yang lebih baik, cinta yang terbaik. In syaa Allah. Kalau versi ust. Salim A Fillah sih "Cinta tak pernah meminta atau menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan" Finally, beraksi lewat perantara menjadi satu-satunya pilihan tersisa yang saya pilih. Menjemput jodoh lewat perantara yang diawali dengan menukar selembaran biodata atau istilah kekiniannya ta'aruf. Pasti udah pada tahu kan istilah tersebut. Kenapa ta'aruf, bagaimana konsepnya, seperti apa alurnya, seberapa lama prosesnya, gimana ngejalaninya. Jawabannya; so simple. Sungguh, gak menguras otak, tenaga, waktu, lebih-lebih air mata. In syaa Allah bakal saya bahas khusus di postingan berikutnya. Back to the topic, selain tiga poin utama niat, target, aksi actually masih banyak poin yang belum sempat saya jelaskan panjang lebar satu per satu mengingat catatan ini keburu terlanjur melebar kemana-mana. Saya sebut poin-poinnya saja ya mengenai ikhtiar yang saya lakukan namun gak sempat saya jabarkan di postingan ini. Tidak letih berdoa, banyak-banyak istighfar, mendekat pada Allah, sering curhat galau-galau dan baper-bapernya sama Dia, keep positif thingking juga sama Dia, dekat sama teman-teman yang udah pada nikah. Sering ngumpul sama ibu-ibu majelis ta'lim. Suka datang ke kondangan. Minta didoakan sama teman yang dapet giliran jadi pengantin, koleksi buku-buku pernikahan, bacanya sekali-sekali. Sering bikin caption di IG tentang jodoh. Doyan share artikel-artikel rumah tangga di FB dan yang tak kalah pentingnya. Nuntut ilmu nikah. Yip, nikah juga butuh ilmu, sis, bro, makanya saya demem banget ngejar ilmu yang berkenaan dengan pernikahan dan rumah tangga, misal rajin ikut kajian bareng ibu-ibu, Incar seminar pra nikah or family talkshow kalau ada, seminar parenting juga sukaaa. Kira-kita begitulah ikhitiar yang kerap saya lakukan di luar tiga poin utama. Ada pun beberapa hal lainnya sempat saya singgung di sepanjang menguraikan tiga poin utama, semisal saya yang memilih menjemput jodoh dengan pulang ke rumah orang tua, berbakti pada mereka meski sampai detik ini atau sampai kapan pun bakti saya ke mereka gak pernah cukup atau saya yang berusaha open minded memutuskan untuk tidak lagi menunggu siapa-siapa, menjemput jodoh saya sendiri dengan menerima tawaran ta'aruf seseorang yang meski, gak begitu kenal perangainya, gak begitu tahu persis parasnya, jangankan ngomong masalah perasaan, akrab saja tidak. Tapi saya mau, saya ingin, saya bersedia berproses dengan lelaki asing itu. Kenapa? Kembali ke Niat. Kembali ke Target. Kembali ke Aksi. Kembali ke masalah jodoh itu di tangan Tuhan. Kalau bukan kita sendiri yang datang menjemput dan meminta, selamanya jodoh akan tetap di tangan Tuhan. Niat udah, target udah, aksi udah. Poin-poin lainnya juga udah saya sebutin. Selanjutnya apalagi? Sabar, TawakaL, Syukur Of course, setelah segenap ikhtiar dilakukan, silakan perbanyak stok SABAR kemudian jangan lupa pasrahkan semua hasilnya pada Ilahi. Tugas kita kan cuma berikhtiar menjemput dan meminta jodoh yang masih ada di tangan Tuhan. Persoalan Allah kasih jodoh kita segera atau tidak, sesuai dengan harapan kita atau bukan itu sepenuhnya hak Allah. Jadi, bila Allah tak kunjung mengulurkan jodoh atau mengulurkan namun tak sesuai dengan jodoh yang kita impikan, what do you do? Tetap bersyukur. Bila Allah belum kasih sampai saat ini it means, waktunya yang belum tepat dan bila Allah mengulur jodoh namun jauh dari yang didambakan it means dialah orang yang tepat, dialah jawaban terindah dari ikhtiar panjangmu, dialah jodoh terbaik yang dipilihkan Allah untukmu. Take picture via instagram Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan, wahai diri Barangkali saya tidak termasuk orang beruntung yang menikah dengan lelaki pilihan hatinya namun boleh saya katakan dengan lantang, saya-lah orang yang sangat bersyukur menikah dengan lelaki pilihan Allah yang juga memilihku karena Allah dan saya pun memilihnya karena karena Allah. Baca juga Menikah Karena Allah IG ; mediareminder Sekian, ikhtiar menjemput jodoh versi saya. Mudah-mudahan bisa menginspirasi khususnya bagi kalian yang masih lajang dan udah punya niat menikah. Yuk, tetap semangat berikhtiar jemput jodoh masing-masing. Baca kisah Menuju Halal selanjutnya Kriteria Jodoh Impian
MenantiJodoh dengan Produktif 1. Fokus pada Amanah Apa amanahmu saat ini? Jika seorang mahasiswa, maka amanahmu adalah belajar. Karena ternyata, sebagian besar ikhwan lebih nyaman menikah dengan akhwat yang sudah lulus. Ada kisah dari seorang akhwat yang vegertarian (suka makan dedaunan) hingga dari kebiasaannya dulu sewaktu kuliah
Senin, 26 Zulqaidah 1444 H / 11 April 2016 0546 wib views Oleh Yuni Astuti Ada yang bilang, jodoh itu jorok karena menemukannya di sembarang tempat. Kapan saja, di mana saja. Kadang caranya tidak bisa diprediksi. Selama jodoh belum ditemukan, akan tetap menjadi misteri. Bagaikan seorang yang kehilangan separuh jiwanya, ia akan tetap mencari dan menanti. Keresahan hatinya akan terobati jika jodoh sudah bersanding di sisi. Jalan jodoh memang unik. Ada yang menikah dengan teman masa kecil, teman sekolah, teman kuliah, atau teman kerja. Ada yang kenal langsung, ada yang dikenalkan, ada yang dijodohkan, bermacam-macam. Sungguh indah skenario yang telah Allah gariskan. Kadang, dua orang saling mencintai, berjanji sehidup semati, pacaran bertahun-tahun tetapi menikah sebentar saja sudah bercerai. Bahkan, ada yang pacarannya dengan siapa eh, nikahnya dengan orang yang beda. Kisah ini menyisakan mantan yang tersakiti hatinya. Namun ada juga yang menikah sudah puluhan tahun, ternyata bercerai juga. Jodoh memang tidak bisa ditebak sampai kapan batas waktunya. Jodoh itu menarik. Ia bagaikan cermin. Cermin di sini bukan berarti sama persis. Sebab seringnya antara suami dan istri terdapat banyak perbedaan, baik sifat, kebiasaan, adat, hobi, dan cara berpikir. Bukankah cermin akan menampilkan bayangan yang berbeda dengan kenyataan? Tangan kanan menjadi tangan kiri, mata kanan berubah jadi mata kiri. Cermin juga membuat kita melihat "kekurangan" dari diri kita, sehingga bayangan dalam cermin membantu kita untuk memperbaikinya. Itu hakikat jodoh. Saling melengkapi, saling memperbaiki. Tak pernah ada cermin yang memaki kita karena wajah kita yang tak semenarik artis Korea. ... Tanpa kita sadari, apa yang sudah kita lalui adalah perjalanan untuk bisa melengkapi separuh jiwa yang kosong... Jodoh bisa didapatkan dengan mengejarnya. Kita bisa mencarinya, menunggunya, atau bahkan tak perlu melakukan apa-apa juga bisa menemukan jodoh. Rangkaian perjalanan kita sejak kecil sebenarnya akan mengantarkan kita menemukan jodoh. Tanpa kita sadari, apa yang sudah kita lalui adalah perjalanan untuk bisa melengkapi separuh jiwa yang kosong. Oleh karena itu, adakalanya jodoh tak harus tampan dan cantik, tak harus sama-sama kaya raya, tak harus sama-sama kenal sejak dulu. Sebab, bukan kita yang memilih, tetapi jiwa. Jiwa akan saling mengenali pasangannya, meski sebelumnya tidak saling kenal. Inilah mungkin yang dinamakan chemistry. Langsung cocok. Seakan sudah kenal lama. Bagi yang sudah menemukan jodohnya, hatinya tenang. Dengan syarat, jodohnya orang yang baik. Namun bagi yang belum menemukan jodoh, harap bersabar. Karena bisa jadi perjalanan Anda akan mencapai titik pertemuan jodoh. Bisa di terminal, di bus, di stasiun, atau di Facebook? Tetaplah berikhtiar dan berdoa. Sambil terus memperbaiki kekurangan diri agar kelak tidak terlalu kaget ketika bercermin karena begitu banyak kekurangan. Allah sudah menetapkan jodoh yang sesuai untuk masing-masing diri kita, jadi tak usah gelisah. Yakinlah pasti kebagian, bila tidak di dunia ya di akhirat. Anggap saja tabungan yang akan diambil tunai dengan indah nanti di surga. Wallahu alam. riafariana/ Ilustrasi Google Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita! +Pasang iklan Gamis Syari Murah Terbaru Original FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai. Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas? Di sini Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan > jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub 0857-1024-0471 Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller NABAWI HERBA Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon 60%. Pembelian bisa campur produk > jenis produk. .
  • jyxo11483n.pages.dev/69
  • jyxo11483n.pages.dev/566
  • jyxo11483n.pages.dev/185
  • jyxo11483n.pages.dev/426
  • jyxo11483n.pages.dev/806
  • jyxo11483n.pages.dev/15
  • jyxo11483n.pages.dev/112
  • jyxo11483n.pages.dev/339
  • jyxo11483n.pages.dev/218
  • jyxo11483n.pages.dev/380
  • jyxo11483n.pages.dev/441
  • jyxo11483n.pages.dev/965
  • jyxo11483n.pages.dev/340
  • jyxo11483n.pages.dev/183
  • jyxo11483n.pages.dev/365
  • kisah akhwat menanti jodoh